Menjadi guru
ideal dan inovatif adalah sebuah tuntutan yg tidak bisa di elakan. Masa depan
bangsa ini di tentukan kader-kader muda bangsa, sedangkan penanggung jawab
utama masa depan kade-kader muda tersebut berada di pundak guru, karena gurulah
yang berinteraksi langsung dengan mereka dalam membentuk kepribadian,
memberikan pemahaman, mengembangkan imajinasi dan cita-cita, membangkitkan
semangat dan menggerakkan kekuatan mereka.
Dari sinilah mereka membayangkan masa
depannya, mencanangkan sebuah impian hidupnya, dan melihat jauh ke angkasa,
terbang setinggi langit laksana anak panah yang lepas dari busurnya. Jika busurnya
(guru) menjadi kekuatan besar dan visi yang jauh ke depan, maka anak akan melesat jauh kedepan. Namun,
jika busurnya lemah dan tidak visioner , maka anak panah akan melesat lemah,
bahkan gagal melesat karena hilangnya kekuatan.
Disinilah,
seorang guru dituntut menjadi busur yang kuat, dinamis, visioner, dan powerfull
sehingga mampu melesatkan potensi dan cita-cita murid tinggi jauh ke angkasa,
menjadi orang yang mampu memberikan kemanfaatan penuh bagi kemajuan dunia.
Ketika guru
yang hadir adalah mereka yang energik, interested, berwawasan luas, humoris,
dan mampu menguasai kelas. Maka kedatangan guru tersebut sangat din anti oleh
murid-muridnya, karena yang keluar dari nya adalah mutiara emas yang sulit
untuk di ulang untuk yang ke-dua kalinya. Ia bagaikan lampu yang menyinari
kegelapan, matahari yang memberikan secercah harapan, bintang yang menyejukkan
impian dan bulan purnama yang menyirami kedamaian, keindahan dan ketenangan
batin.
Guru ideal
yang diperlukan saat ini adalah pertama, guru yang memahami benar akan
profesinya. Profesi guru adala profesi yang mulia. Dia adalah sosok yang selalu
memberi dengan tulus dan tak mengharapkan imbalan apapun, kecuali ridho dari
Tuhan pemilik bumi. Falsafah hidupnya adalah tangan di atas lebih mulia
daripada tangan dibawah. Hanya memberi tak harap kembali. Dia mendidik dengan
hatinya.
Kehadirannya
dirindukan oleh peserta didiknya. Wajahnya selalu ceria, senang, dan selalu
menerapkan 5S dalam kesehariannya (Salam, Sapa, Sopan, Senyum, dan Sabar).
Kedua, Guru
yang ideal adalah guru yang rajin membaca dan menulis. Pengalaman mengatakan,
siapa yang rajin membaca, maka ia akan kaya akan ilmu. Namun, bila kita malas
membaca, maka kemiskinan ilmu akan terasa. Guru yang rajin membaca otaknya
seperti komputer atau ibarat mesin pencari di internet ysng bernama Google.
Bila ada peserta didiknya yang bertanya, memori otaknya langsung bekerja
mencari dan menjawab pertanyaan para anak didiknya dengan cepat dan benar.
Akan terlihat
wawasan guru yang rajin membaca, dari cara bicara dan menyampaikan
pengajarannya. Guru yang ideal adalah guru yang juga rajin menulis. Bila guru
malas membaca, maka sudah bisa dipastikan dia akan malas pula untuk menulis.
Menulis dan membaca adalah kepingan mata uang logam yang tidak dapat
dipisahkan. Guru yang terbiasa membaca, maka ia akan terbiasa menulis, mengapa?
Dari membaca itulah guru mampu membuat kesimpulan dari apa yang dibacanya,
kemudian kesimpulan itu ia tuliskan kembali dalam gaya bahasanya sendiri.
Menulis itu
ibarat pisau yang kalau tidak sering diasah, maka akan tumpul dan berkarat.
Guru yang rajin menulis, akan mempunyai kekuatan tulisan yang sangat tajam,
layaknya sebilah pisau. Tulisannya sangat menyentuh hati, dan bermakna. Runut
serta mudah dicerna bagi siapa saja yang membacanya.
Ketiga, Guru
yang ideal adalah guru yang sensitif terhadap waktu. Orang Barat mengatakan
bahwa waktu adalah uang, time is money. Bagi guru waktu lebih dari uang dan
bahkan bagaikan sebilah pedang tajam yang dapat membunuh siapa saja termasuk
pemiliknya. Pedang yang tajam bisa berguna untuk membantu guru menghadapi hidup
ini, namun bisa juga sebagai pembunuh dirinya sendiri. Bagi guru yang kurang
memanfaatkan waktunya dengan baik, maka tidak akan banyak prestasi yang ia raih
dalam hidupnya. Dia akan terbunuh oleh waktu yang ia sia-siakan. Karena itu
guru harus sensitif terhadap waktu.
Detik demi
detik waktunya teratur dan terjaga dari sesuatu yang kurang baik serta sangat
berharga. Saat kita menganggap waktu tidak berharga, maka waktu akan menjadikan
kita manusia tidak berharga. Demikian pula saat kita memuliakan waktu, maka
waktu akan menjadikan kita orang mulia. Karena itu, kualitas seseorang terlihat
dari cara ia memperlakukan waktu dengan baik.
Keempat, Guru
yang ideal adalah guru yang tidak terjebak dengan rutinitas kerjanya. Kesibukan
kerja setiap hari menjadi rutinitas yang tiada henti. Guru harus pandai
mengatur rutinitas kerjanya. Jangan sampai guru terjebak sendiri dengan
rutinitasnya yang justru tidak menghantarkan dia menjadi guru yang baik dan
menjadi tauladan anak didiknya. Guru harus pandai mensiasati pembagian waktu
kerjanya. Buatlah jadwal yang terencana. Buang kebiasan-kebiasaan yang membawa
guru untuk tidak terjebak di dalam rutinitas kerja, misalnya : pandai mengatur
waktu dengan baik, membuat diari atau catatan harian yang ditulis dalam agenda
guru, dan lain-lain. Rutinitas kerja tanpa sadar membuat guru terpola menjadi
guru pasif bukan aktif. Hari-harinya diisi hanya untuk mengajar saja. Dia tidak
mendidik dengan hati. Waktunya di sekolah hanya sebatas sebagai tugas rutin
mengajar yang tidak punya nilai apa-apa. Guru hanya melakukan transfer of
knowledge. Tidak mau tahu dengan lingkungan dan kondisi sekolah apalagi kondisi
siswa. Dia mengganggap pekerjaan dia adalah karirnya, karena itu dia berusaha
keras agar yang dilakukannya bagus di mata pimpinannya atau kepala sekolah. Tak
ada upaya untuk keluar dari rutinitas kerjanya yang sudah membosankan. Bahkan
sampai saatnya memasuki pensiun. Apakah ini yang disebut guru profesional?
Kelima, Guru
yang ideal adalah guru yang kreatif dan inovatif. Merasa sudah berpengalaman
membuat guru menjadi kurang kreatif. Guru malas mencoba sesuatu yang baru dalam
pembelajarannya. Dia merasa sudah cukup. Tidak ada upaya untuk menciptakan
sesuatu yang baru dari pembelajarannya. Dari tahun ke tahun gaya mengajarnya
itu-itu saja. Rencana Program Pembelajaran (RPP) yang dibuatpun dari tahun ke
tahun sama, hanya sekedar copy and paste tanggal dan tahun saja. Rencana
Program pembelajaran tinggal menyalin dari kurikulum yang dibuat oleh
pemerintah atau menyontek dari guru lainnya. Guru menjadi tidak kreatif. Proses
kreatif menjadi tidak jalan. Untuk melakukan suatu proses kreatif dibutuhkan
kemauan untuk melakukan inovasi yang terus menerus, tiada henti.Guru yang kreatif adalah guru yang selalu
bertanya pada dirnya sendiri. Apakah dia sudah menjadi guru yang baik? Apakah
dia sudah mendidik dengan benar? Apakah anak didiknya mengerti tentang apa yang
dia sampaikan? Dia selalu memperbaiki diri. Dia selalu merasa kurang dalam
proses pembelajarannya. Dia tidak pernah puas dengan apa yang dia lakukan.
Selalu ada inovasi baru yang dia ciptakan dalam proses pembelajarannya. Dia
selalu memperbaiki proses pembelajarannya melalui penelitian tindakan kelas.
Dia selalu belajar sesuatu yang baru, dan merasa tertarik untuk membenahi cara
mengajarnya. Dia belajar sepanjang hayat hidupnya.
Terakhir, Guru
yang ideal adalah guru yang memiliki 5 kecerdasan. Kecerdasan yang dimiliki
terpancar jelas dari karakter dan prilakunya sehari-hari. Baik ketika mengajar,
ataupun dalam hidup ditengah-tengah masyarakat. Kelima kecerdasan itu adalah:
kecerdasan intelektual, kecerdasan moral, kecerdasan sosial, kecerdasan
emosional, kecerdasan motorik.
Kecerdasan
intelektual harus diimbangi dengan kecerdasan moral, Mengapa? Bila kecerdasan
intelektual tidak diimbangi dengan kecerdasan moral akan menghasilkan peserta
didik yang hanya mementingkan keberhasilan ketimbang proses, segala cara
dianggap halal, yang penting target tercapai semaksimal mungkin. Inilah yang
terjadi pada masyarakat kita sehingga kasus korupsi merajalela di kalangan
orang terdidik. Karena itu kecerdasan moral akan mengawal kecerdasan
intelektual sehingga akan mampu berlaku jujur dalam situasi apapun. Jujur
bukanlah kebijakan yang terbaik, tapi jujur adalah satu-satunya kebijakan.
Kejujuran adalah kunci keberhasilan dan kesuksesan. Selain itu kecerdasan
sosial juga harus dimilikin oleh guru ideal agar tidak egois, dan tidak
memperdulikan orang lain. Dia harus mampu bekerjasama dengan karakter orang
lain yang berbeda. Kecerdasan emosional harus ditumbuhkan agar guru tidak
gampang marah, tersinggung, dan mudah melecehkan orang lain. Sedangkan
kecerdasan motorik diperlukan agar guru mampu melakukan mobilitas tinggi
sehingga mampu bersaing dalam memperoleh hasil yang maksimal.
Sumber:
Wijaya Kusumah (wijayalabs.blogdetik.com)
Jamal ma’mur asmani. 2009.
Tips Menjadi Guru Inspiratif, Kreatif, Dan Inovativ. Jogjakarta. Diva press.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar