Halaman

Selasa, 14 Februari 2017

JADILAH GURU IDEAL, KREATI DAN INOVATIF




Menjadi guru ideal dan inovatif adalah sebuah tuntutan yg tidak bisa di elakan. Masa depan bangsa ini di tentukan kader-kader muda bangsa, sedangkan penanggung jawab utama masa depan kade-kader muda tersebut berada di pundak guru, karena gurulah yang berinteraksi langsung dengan mereka dalam membentuk kepribadian, memberikan pemahaman, mengembangkan imajinasi dan cita-cita, membangkitkan semangat dan menggerakkan kekuatan mereka.
 Dari sinilah mereka membayangkan masa depannya, mencanangkan sebuah impian hidupnya, dan melihat jauh ke angkasa, terbang setinggi langit laksana anak panah yang lepas dari busurnya. Jika busurnya (guru) menjadi kekuatan besar dan visi yang jauh ke  depan, maka anak akan melesat jauh kedepan. Namun, jika busurnya lemah dan tidak visioner , maka anak panah akan melesat lemah, bahkan gagal melesat karena hilangnya kekuatan.
Disinilah, seorang guru dituntut menjadi busur yang kuat, dinamis, visioner, dan powerfull sehingga mampu melesatkan potensi dan cita-cita murid tinggi jauh ke angkasa, menjadi orang yang mampu memberikan kemanfaatan penuh bagi kemajuan dunia.
Ketika guru yang hadir adalah mereka yang energik, interested, berwawasan luas, humoris, dan mampu menguasai kelas. Maka kedatangan guru tersebut sangat din anti oleh murid-muridnya, karena yang keluar dari nya adalah mutiara emas yang sulit untuk di ulang untuk yang ke-dua kalinya. Ia bagaikan lampu yang menyinari kegelapan, matahari yang memberikan secercah harapan, bintang yang menyejukkan impian dan bulan purnama yang menyirami kedamaian, keindahan dan ketenangan batin.
Guru ideal yang diperlukan saat ini adalah pertama, guru yang memahami benar akan profesinya. Profesi guru adala profesi yang mulia. Dia adalah sosok yang selalu memberi dengan tulus dan tak mengharapkan imbalan apapun, kecuali ridho dari Tuhan pemilik bumi. Falsafah hidupnya adalah tangan di atas lebih mulia daripada tangan dibawah. Hanya memberi tak harap kembali. Dia mendidik dengan hatinya.
Kehadirannya dirindukan oleh peserta didiknya. Wajahnya selalu ceria, senang, dan selalu menerapkan 5S dalam kesehariannya (Salam, Sapa, Sopan, Senyum, dan Sabar).
Kedua, Guru yang ideal adalah guru yang rajin membaca dan menulis. Pengalaman mengatakan, siapa yang rajin membaca, maka ia akan kaya akan ilmu. Namun, bila kita malas membaca, maka kemiskinan ilmu akan terasa. Guru yang rajin membaca otaknya seperti komputer atau ibarat mesin pencari di internet ysng bernama Google. Bila ada peserta didiknya yang bertanya, memori otaknya langsung bekerja mencari dan menjawab pertanyaan para anak didiknya dengan cepat dan benar.
Akan terlihat wawasan guru yang rajin membaca, dari cara bicara dan menyampaikan pengajarannya. Guru yang ideal adalah guru yang juga rajin menulis. Bila guru malas membaca, maka sudah bisa dipastikan dia akan malas pula untuk menulis. Menulis dan membaca adalah kepingan mata uang logam yang tidak dapat dipisahkan. Guru yang terbiasa membaca, maka ia akan terbiasa menulis, mengapa? Dari membaca itulah guru mampu membuat kesimpulan dari apa yang dibacanya, kemudian kesimpulan itu ia tuliskan kembali dalam gaya bahasanya sendiri.
Menulis itu ibarat pisau yang kalau tidak sering diasah, maka akan tumpul dan berkarat. Guru yang rajin menulis, akan mempunyai kekuatan tulisan yang sangat tajam, layaknya sebilah pisau. Tulisannya sangat menyentuh hati, dan bermakna. Runut serta mudah dicerna bagi siapa saja yang membacanya.
Ketiga, Guru yang ideal adalah guru yang sensitif terhadap waktu. Orang Barat mengatakan bahwa waktu adalah uang, time is money. Bagi guru waktu lebih dari uang dan bahkan bagaikan sebilah pedang tajam yang dapat membunuh siapa saja termasuk pemiliknya. Pedang yang tajam bisa berguna untuk membantu guru menghadapi hidup ini, namun bisa juga sebagai pembunuh dirinya sendiri. Bagi guru yang kurang memanfaatkan waktunya dengan baik, maka tidak akan banyak prestasi yang ia raih dalam hidupnya. Dia akan terbunuh oleh waktu yang ia sia-siakan. Karena itu guru harus sensitif terhadap waktu.
Detik demi detik waktunya teratur dan terjaga dari sesuatu yang kurang baik serta sangat berharga. Saat kita menganggap waktu tidak berharga, maka waktu akan menjadikan kita manusia tidak berharga. Demikian pula saat kita memuliakan waktu, maka waktu akan menjadikan kita orang mulia. Karena itu, kualitas seseorang terlihat dari cara ia memperlakukan waktu dengan baik.
Keempat, Guru yang ideal adalah guru yang tidak terjebak dengan rutinitas kerjanya. Kesibukan kerja setiap hari menjadi rutinitas yang tiada henti. Guru harus pandai mengatur rutinitas kerjanya. Jangan sampai guru terjebak sendiri dengan rutinitasnya yang justru tidak menghantarkan dia menjadi guru yang baik dan menjadi tauladan anak didiknya. Guru harus pandai mensiasati pembagian waktu kerjanya. Buatlah jadwal yang terencana. Buang kebiasan-kebiasaan yang membawa guru untuk tidak terjebak di dalam rutinitas kerja, misalnya : pandai mengatur waktu dengan baik, membuat diari atau catatan harian yang ditulis dalam agenda guru, dan lain-lain. Rutinitas kerja tanpa sadar membuat guru terpola menjadi guru pasif bukan aktif. Hari-harinya diisi hanya untuk mengajar saja. Dia tidak mendidik dengan hati. Waktunya di sekolah hanya sebatas sebagai tugas rutin mengajar yang tidak punya nilai apa-apa. Guru hanya melakukan transfer of knowledge. Tidak mau tahu dengan lingkungan dan kondisi sekolah apalagi kondisi siswa. Dia mengganggap pekerjaan dia adalah karirnya, karena itu dia berusaha keras agar yang dilakukannya bagus di mata pimpinannya atau kepala sekolah. Tak ada upaya untuk keluar dari rutinitas kerjanya yang sudah membosankan. Bahkan sampai saatnya memasuki pensiun. Apakah ini yang disebut guru profesional?
Kelima, Guru yang ideal adalah guru yang kreatif dan inovatif. Merasa sudah berpengalaman membuat guru menjadi kurang kreatif. Guru malas mencoba sesuatu yang baru dalam pembelajarannya. Dia merasa sudah cukup. Tidak ada upaya untuk menciptakan sesuatu yang baru dari pembelajarannya. Dari tahun ke tahun gaya mengajarnya itu-itu saja. Rencana Program Pembelajaran (RPP) yang dibuatpun dari tahun ke tahun sama, hanya sekedar copy and paste tanggal dan tahun saja. Rencana Program pembelajaran tinggal menyalin dari kurikulum yang dibuat oleh pemerintah atau menyontek dari guru lainnya. Guru menjadi tidak kreatif. Proses kreatif menjadi tidak jalan. Untuk melakukan suatu proses kreatif dibutuhkan kemauan untuk melakukan inovasi yang terus menerus, tiada henti.Guru yang kreatif adalah guru yang selalu bertanya pada dirnya sendiri. Apakah dia sudah menjadi guru yang baik? Apakah dia sudah mendidik dengan benar? Apakah anak didiknya mengerti tentang apa yang dia sampaikan? Dia selalu memperbaiki diri. Dia selalu merasa kurang dalam proses pembelajarannya. Dia tidak pernah puas dengan apa yang dia lakukan. Selalu ada inovasi baru yang dia ciptakan dalam proses pembelajarannya. Dia selalu memperbaiki proses pembelajarannya melalui penelitian tindakan kelas. Dia selalu belajar sesuatu yang baru, dan merasa tertarik untuk membenahi cara mengajarnya. Dia belajar sepanjang hayat hidupnya.
Terakhir, Guru yang ideal adalah guru yang memiliki 5 kecerdasan. Kecerdasan yang dimiliki terpancar jelas dari karakter dan prilakunya sehari-hari. Baik ketika mengajar, ataupun dalam hidup ditengah-tengah masyarakat. Kelima kecerdasan itu adalah: kecerdasan intelektual, kecerdasan moral, kecerdasan sosial, kecerdasan emosional, kecerdasan motorik.
Kecerdasan intelektual harus diimbangi dengan kecerdasan moral, Mengapa? Bila kecerdasan intelektual tidak diimbangi dengan kecerdasan moral akan menghasilkan peserta didik yang hanya mementingkan keberhasilan ketimbang proses, segala cara dianggap halal, yang penting target tercapai semaksimal mungkin. Inilah yang terjadi pada masyarakat kita sehingga kasus korupsi merajalela di kalangan orang terdidik. Karena itu kecerdasan moral akan mengawal kecerdasan intelektual sehingga akan mampu berlaku jujur dalam situasi apapun. Jujur bukanlah kebijakan yang terbaik, tapi jujur adalah satu-satunya kebijakan. Kejujuran adalah kunci keberhasilan dan kesuksesan. Selain itu kecerdasan sosial juga harus dimilikin oleh guru ideal agar tidak egois, dan tidak memperdulikan orang lain. Dia harus mampu bekerjasama dengan karakter orang lain yang berbeda. Kecerdasan emosional harus ditumbuhkan agar guru tidak gampang marah, tersinggung, dan mudah melecehkan orang lain. Sedangkan kecerdasan motorik diperlukan agar guru mampu melakukan mobilitas tinggi sehingga mampu bersaing dalam memperoleh hasil yang maksimal.

Sumber:
Wijaya Kusumah (wijayalabs.blogdetik.com)
Jamal ma’mur asmani. 2009. Tips Menjadi Guru Inspiratif, Kreatif, Dan Inovativ. Jogjakarta. Diva press.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

ALLAH IS THE BEST PLANNER OF ALL

Hari ini adalah kali kedua aku menemui dosen pembimbing setelah hari kemaren bapaknya juga tidak bertemu, niat hati untuk melanjutkan fase...