BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Al Qur’an merupakan kitab suci umat Islam. Al Qur’an diturunkan
oleh Allah SWT kepada nabi Muhammad SAW yang buta huruf kala itu. Ia dilahirkan
dan hidup di tengah-tengah kaum yang terbelakang peradabannya, di jazirah Arab.
Al Qur’an diturunkan selama 22 tahun, 2 bulan, 22 hari.
Di dalamnya terdapat banyak rahasia yang belum terungkap. Al Qur’an
juga merupakan penawar atau obat psikis maupun fisik. Hal ini berdasarkan
Firman Allah “dan kami turunkan dari Al Qur’an (sesuatu) yang menjadi penawar
dan rahmat bagi orang yang beriman, sedangkan bagi orang yang zalim (Al Qur’an
itu) hanya akan menambah kerugian” (Q.S. Al Isra: 82). Menurut Ary Ginanjar
Agustian, Al Qur’an memberikan petunjuk dan aplikasi dari kecerdasan emosi dan
spiritual atau ESQ yang sangat sesuai dengan suara hati. Al Qur’an juga
memberikan langkah-langkah untuk suatu penyempurnaan, pembangunan hati dan
pikiran secaraterus-menerus beserta langkah-langkah pelatihannya baik mental
maupun pikiran bahkan secara fisik.
Penelitian mengenai kehebatan bacaan Al-Qur’an dilakukan oleh Dr.
Al Qadhi di Klinik Besar Florida, Amerika Serikat. Beliau melakukan
penelitian melalui deteksi tekanan darah, detak jantung, ketahanan otot, dan
ketahanan kulit pada seseorang yang telah mendengarkan bacaan Al-Qur’an. Dari
hasil uji coba bacaan Al-Qur’an berpengaruh hingga 97% terhadap ketenangan jiwa
dan penyembuhan penyakit.
Penelitian tersebut diperkuat oleh Muhammad Salim yang kemudian
dipublikasikan oleh Universitas Boston. Objek penelitiannya terhadap 5 orang
sukarelawan yang terdiri dari 3 pria dan 2 wanita. Kelima orang tersebut sama
sekali tidak mengerti bahasa Arab. Penelitian ini terbagi menjadi dua sesi,
yakni membacakan Al-Qur’an dengan tartil dan membacakan bahasa Arab yang bukan
dari Al-Qur’an. Kesimpulannya, mereka mendapatkan ketenangan sampai 65% ketika
mendengarkan bacaan Al-Qur’an dan mendapatkan ketenangan hanya 35% ketika
mendengarkan bahasa Arab yang bukan dari Al-Qur’an.
Al-Qur’an memberikan pengaruh besar jika diperdengarkan kepada
bayi. Hal tersebut diungkapkan Dr. Nurhayati dari Malaysia dalam Seminar
Konseling dan Psikoterapi Islam di Malaysia pada tahun 1997. Menurut
penelitiannya, bayi yang berusia 48 jam yang kepadanya diperdengarkan ayat-ayat
Al-Qur’an dari tape recorder menunjukkan respons tersenyum dan menjadi lebih
tenang.
Sungguh suatu kebahagiaan dan merupakan kenikmatan yang besar, kita
memiliki Al-Qur’an. Selain menjadi ibadah dalam membacanya, bacaannya
memberikan pengaruh besar bagi kehidupan jasmani dan rohani kita. Jika
mendengarkan musik klasik dapat memengaruhi kecerdasan intelektual (IQ) dan
kecerdasan emosi (EQ) seseorang, bacaan Al-Qur’an lebih dari itu. Selain
memengaruhi IQ dan EQ, bacaan Al-Qur’an memengaruhi kecerdasan spiritual (SQ).
Di abad modern ini, orang-orang sangat sibuk dengan urusan duniawi,
sehingga mereka melupakan Al Qur’an. Inilah yang membuat orang tidak bahagia.
Orang yang berpandangan bahwa kebahagiaan hanya dapat diperoleh dengan cara
memperoleh harta sebanyak-banyaknya akan menjadi stress dan serakah, sehingga mereka
meninggalkan nilai-nilai Al Qur’an. Bukan hanya orang dewasa saja yang sudah
mulai meninggalkan Al Qur’an, tetapi anak-anak juga. Hal ini terlihat dari
tempat-tempat mengaji dan belajar Al Qur’an mulai sepi. Anak-anak lebih suka
dengan gatgetnya daripada membaca Al Qur’an.
Terkait dengan dunia pendidikan, untuk menciptakan manusia yang
berkualitas dan berprestasi tinggi. Pendidikan
merupakan suatu hal yang penting bagi kehidupan manusia, karena dengan pendidikan manusia akan terbuka cakrawala
intelektual serta spiritualnya. Pentingnya
pendidikan bukanlah sebatas bagi tumbuh kembang secara
jasmani atau fisik manusia saja, tetapi juga menyangkut pendidikan bagi tumbuh kembang rohaninya. Pendidikan sangat dibutuhkan
sejak dini, karena dengan pendidikan dapat
dijadikan sebagai pedoman hidup hingga menuju
masa tuanya. Perkembangan dunia pendidikan dalam era globalisasi saat ini telah
merambah ke era kompetensi. Bukan suatu hal yang aneh
jika beberapa instansi pendidikan berusaha semaksimal
mungkin untuk meningkatkan kualitas
pendidikan. Hal ini merupakan tuntutan terhadap lulusan sebuah instansi pendidikan menjadi harapan bagi masyarakat dalam
tuntutan pemenuhan lapangan pekerjaan serta
kwalitas Sumber Daya Manusia bangsa Indonesia.
Peningkatan kualitas siswa menjadi objek utama
pendidikan saat ini. Salah satu instansi pendidikan tersebut adalah sekolah,
yang menampung peserta didik untuk dibina agar
mereka memiliki kemampuan, kecerdasan dan keterampilan.serta
memiliki akhlaq yang mulia. Proses pendidikan di dalamnya diperlukan pembinaan secara terkoordinasi dan terarah.
Diharapkan siswa dapat mencapai prestasi
belajar yang maksimal sehingga tercapainya tujuan
pendidikan.
Tujuan pendidikan yang kita harapkan adalah
mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia seutuhnya, yaitu manusia
yang beriman, dan bertaqwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa, memiliki pengetahuan dan
keterampilan, kepribadian yang mantap, serta mandiri. Pendidikan harus mampu mempersiapkan warga negara agar dapat berperan aktif
dalam menjalani kehidupan, cerdas, aktif,
kreatif, terampil, jujur, disiplin dan bermoral
tinggi.
Dalam UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional, telah ditegaskan
mengenai tujuan pendidikan nasional adalah : Mengembangkan
kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa (Pendidikan Karakter) yang
bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung
jawab.
Salah satu kendala atau permasalahan yang dihadapi
dalam proses pendidikan
saat ini adalah banyak siswa yang tidak/kurang mampu
mencapai prestasi yang optimal salah satunya disebabkan karena kurang mampu berkonsentrasi. Konsentrasi merupakan induk
dari semua aktifitas pembelajaran, namun
ironisnya sangat banyak individu pembelajar yang tidak atau belum mampu berkonsentrasi. Ketidakberadaan pihak yang
mampu mengajari mereka terkait dengan
konsentrasi, baik guru maupun orang tua, turut
menyebabkan hal ini.
Dalam kerangka mencerdaskan kehidupan bangsa, perlu
dicarikan sebuah
solusi untuk mengatasi faktor yang menjadi salah satu kelemahan dari para siswa kita yaitu melemahnya daya konsentrasi siswa
dalam mengikuti kegiatan pembelajaran sehingga
mempengaruhi hasil dari proses pembelajaran
itu sendiri. Salah satu yang digunakan yaitu
dengan cara menggunakan metode menghafal
Al-Qur’an, dimana penelitian Dr. Nurhayati dari Malaysia dikutip oleh Agus N Cahyo (2011: 104) mengemukakan hasil
penelitiannya tentang pengaruh bacaan
Al-Qur’an dapat meningkatkan IQ bayi yang baru lahir dalam sebuah Seminar Konseling dan Psikoterapi Islam
sekitar tujuh tahun yang lalu. Dikatakannya,
bayi yang berusia 48 jam saja akan langsung memperlihatkan
reaksi wajah ceria dan sikap yang lebih tenang.
Berdasarkan observasi peneliti di SD IT ADZKIA kota
Padang kebanyakan siswa yang belum lancar dalam membaca dan menghafal Al-Qur’an
cenderung tidak fokus dan kecerdasan yang lemah, sehingga prestasinya rendah.
Berdasarkan uraian tersebut maka peneliti terdorong untuk melakukan penelitian
yang berjudul “Pengaruh
Membaca Dan Menghafal Al-Qur’an Terhadap Kecerdasan dan prestasi belajar siswa”
B. Identifikasi Masalah
1. Pengaruh membaca dan menghafal
alqur’an terhadap kecerdasan siswa
2. Pengaruh membaca dan menghafal
alqur’an terhadap prestasi belajar siswa
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis dapat merumuskan
masalah sebagai berikut:
1. Adakah pengaruh membaca dan
menghafal Al Qur’an terhadap kecerdasan siswa ?
2. Bagaimana pengaruh membaca dan
menghafal alqur’an terhadap prestasi belajar siswa?
D. Batasan Masalah
Peneliti membatasi masalah pada pengaruh membaca dan menghafal
alqur’an terhadap kecerdasan dan prestasi belajar siswa.
E. Tujuan Penelitian
Tujuan diadakannya penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui pengaruh membaca Al
Qur’an terhadap kecerdasan siswa
2. Untuk mengetahui pengaruh membaca
dan menghafal alqur’an terhadap prestasi belajar siswa?
F. Manfaat Penelitian
Selain tujuan yang hendak dicapai oleh peneliti, terdapat pula
beberapa manfaat dalam penelitian ini, antara lain:
1. Manfaat Teoritis
a. Penelitian ini bermanfaat untuk memberikan informasi dan menambah pengetahuan tentang pengaruh membaca dan menghafal
Al-Qur’an terhadap kecerdasan dan prestasi belajar siswa.
b. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan acuan dan bahan pertimbangan dalam penelitian penelitian selanjutnya.
2. Manfaat Praktis
Diharapkan dengan adanya penelitian
ini dapat memberikan manfaat praktis :
1. Bagi Universitas Negeri Jakarta
Dari hasil penelitian ini dapat
menambah koleksi perpustakaan yang diharapkan dapat menambah referensi
bacaan bagi mahasiswa atau pihak lainnya yang
berkepentingan.
2. Bagi Pihak Sekolah
Hasil penelitian ini dapat
digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam memberikan masukan kepada guru agar
memperhatikan apa saja yang mempengaruhi siswa
dalam pencapaian prestasi belajar.
3. Bagi Peneliti
Dapat dijadikan acuan untuk
pelaksanaan pendidikan yang lebih baik lagi, apabila peneliti
telah menjadi pendidik sehingga dapat berkontribusi pada dunia pendidikan.
BAB II
KAJIAN TEORI
A.
Membaca dan Menghafal Al-Qur’an
1.
Pengertian Al Qur’an
Secara bahasa,
Al Qur’an menurut pendapat yang paling kuat seperti yang di kemukakan oleh Dr.
Subhi Al Salih berarti “bacaan”, asal kata dari qara’a. kata Al Qur’an itu
berbentuk masdar dengan arti isim maf’ul yaitu maqru’ (dibaca). Adapun secara
istilah atau definisi adalah: kalam Allah SWT yang merupakan mu’jizat yang
diturunkan (diwahyukan) kepada Nabi Muhammad SAW dan ditulis di mushaf dan
diriwayatkan dengan mutawattir serta membacanya adalah ibadah. Allah
telah menjadikan Al Qur’an itu benar-benar sebagai mukjizat dalam penjelasan,
sehingga ia menjadi mukjizat yang kekal bagi Rasulullah SAW. Allah berfirman: “Dan
jika kamu (tetap) dalam keraguan tentang Al Qur’an yang kami wahyukan kepada
hamba kami (Muhammad), buatlah satu surat (saja) yang semisal Al Qur’an itu dan
ajaklah penolong-penolongmu selain Allah, jika kamu orang-orang yang benar.
Maka jika kamu tidak dapat membuatnya dan pasti kamu tidak akan dapat
membuatnya, peliharalah dirimu dari neraka yang bahan bakarnya manusia dan
batu, yang disediakan bagi orang-orang kafir” (Q.S. Al baqarah: 23-24).
Allah SWT
menjadikan susunan huruf, kata-kata, dan bunyi huruf sesuai dengan susunan
syaraf manusia, sehingga setiap bunyi huruf Al Qur’an yang terlontarkan akan
direspon secara positif oleh urat syaraf. Tak seorang pun yang mampu membuat
sastra yang keindahan dan keteraturan susunannya melebihi Al Qu’ran. Al Qur’an
adalah pembimbing menuju suatu kebahagiaan, di tengah kondisi yang terus
berubah dangan cepat. Al Qur’an memberikan prinsip dasar yang dapat dijadikan
pegangan untuk mencapai suatu keberhasilan dan kesejahteraan baik lahir maupun
batin. Al Qur’an memberikan peneguhan agar manusia memiliki kepercayaan diri
yang sejati dan mampu memberikan motivasi yang kuat dan prinsip yang teguh.
2. Makna Membaca
Kata membaca menurut kamus besar Bahasa Indonesia berarti melihat
serta memahami isi dr apa yg tertulis (dng melisankan atau hanya dalam hati).
Sedangkan perintah membaca di dalam Al Qur’an menggunakan tiga bentuk kata,
yaitu iqra’ atau faqra’u (qira’ah), utlu (tilawah), dan warattil (tartil).
Tentunya masing-masing kata memiliki makna yang berbeda-beda.
1) Qira’ah
Kata qira’ah berarti menyatukan (jama’a)
huruf atau kalimat dengan selainnya dalam suatu bacaan. Derivat (bentuk
turunan) kata dasar ini memiliki makna-makna diantaranya:
a) tafahhama(berusahamemahami)daarasa(terusmempelajari),
b) tafaqqaha(berupayamengertisecaramendalam),dan
c) Hafizha (menghafal) karena menghafal juga berarti jama'a
(mengumpulkan) dan dhamma (menyatukan).
Arti asal kata ini menunjukkan bahwa kata iqra'
yang diterjemahkan dengan "bacalah!", tidak mengharuskan adanya suatu
teks tertulis sebagai obyek baca, tidak pula harus diucapkan sehingga terdengar
oleh orang lain. Karenanya, dalam kamus, Anda dapat menemukan beraneka ragam
arti kata tersebut, antara lain: menyampaikan, menelaah, membaca, mendalami,
meneliti, mengetahui ciri-ciri sesuatu, dan sebagainya, yang kesemuanya
bermuara pada arti "menghimpun". Selain itu, kata qira'ah, berikut
bentuk-bentuk yang seakar dengannya, dalam Al-Qur'an dipakai untuk mengungkapkan
aktifitas membaca yang umum, mencakup teks apa saja.
Fokus qira'ah adalah meraih makna atau
pengertian dari apa yang dibaca tersebut. Jika dikaitkan dengan Al-Qur'an, yang
mana Nama kitab suci ini sendiri juga berasal dari kata qara-a (membaca),
maka membaca disini harus disertai tadabbur, tafakkur, dan tadzakkur.
Tidak disebut qira'ah jika hanya menekankan pelafalan lisan dan mengeraskan
suara. Qira'ah adalah aktifitas yang sistematis, terstruktur, disengaja, sadar
dan memiliki tujuan jelas.
2. Tartil
Arti
dasar tartil adalah sesuatu yang terpadu (ittisaq) dan tersistem(intizham)
secara konsisten (istiqamah), yakni melepaskan kata-kata dari mulut
secara baik, teratur, dan konsisten. Titik tekannya ada pada pengucapan secara
lisan,atau pembacaan verbal dan bersuara. Dalam Bahasa Inggris, padanan
tepatnya adalah "to recite" (mengucapkan, melafalkan dengan lisan).
Tepatnya, slow recitation, membaca secara dengan bersuara secara
perlahan-lahan.
Secara
teknis, tartil berkaitan erat dengan penerapan kaidah-kaidah ilmu tajwid. Dalam
kitab At-Tibyan fi Adabi Hamalatil-Qur'an karya Imam An-Nawawi, hal.
45-46 disebutkan bahwa para ulama' telah bersepakat tentang dianjurkannya
tartil (membaca perlahan-lahan sesuai kaidah tajwid) karena Allah berfirman,"wa
rattilil Qur'aana tartiila".
Ada
sebuah hadits bersumber dari Ummu Salamah radhiyallahu 'anha bahwa beliau
menjelaskan sifat bacaan Al-Qur'an Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam,
yakni qira'ah muffassirah (bacaan disertai menafsirkan), harfan
harfan (huruf demi huruf). (Hadits riwayat Abu Dawud, At-Tirmidzi dan
An-Nasai. Menurut At-Tirmidzi, hadits ini hasan-shahih).
Para ulama' menyatakan, bahwa tartil dianjurkan untuk proses tadabbur. Mereka juga mengatakan bahwa tartil sangat dianjurkan terutama bagi orang-orang non-Arab ('ajam), yang tidak memahami maknanya, karena hal lebih mendekatkan kepada sikap pengagungan serta penghormatan terhadap Al-Qur'an, serta lebih kuat pengaruhnya ke hati.
Para ulama' menyatakan, bahwa tartil dianjurkan untuk proses tadabbur. Mereka juga mengatakan bahwa tartil sangat dianjurkan terutama bagi orang-orang non-Arab ('ajam), yang tidak memahami maknanya, karena hal lebih mendekatkan kepada sikap pengagungan serta penghormatan terhadap Al-Qur'an, serta lebih kuat pengaruhnya ke hati.
Oleh
karenanya, dalam Surat Al-Muzzammil, tartil adalah membaca Al-Qur'an secara
bersuara, perlahan dan dengan menerapkan hukum-hukum bacaan secara tepat.
Secara khusus, aktifitas tartil ini dilakukan dalam shalat dan di malam hari,
yakni qiyamul-lail. Dari sini, diharapkan lahir kesan ke dalam jiwa,
sebagaimana dijelaskan dalam rangkaian ayat-ayat Al-Muzzammil itu sendiri.
3.
Tilawah
Makna
tilawah awalnya adalah mengikuti (tabi’a atau ittaba’a)
secara langsung dengan tanpa pemisah, yang secara khusus berarti mengikuti
kitab-kitab Allah, baik dengan Cara qira’ah (intelektual) atau menjalankan apa
yang terkandung di dalamnya (ittiba'). Mengikuti ini bisa secara fisik dan bisa
juga secara hukum.
Singkat
kata, tilawah dapat diartikan sebagai membaca yang bersifat spiritual
atau aktifitas membaca yang diikuti komitmen dan kehendak untuk mengikuti apa
yang dibaca dengan disertai sikap ketaatan dan pengagungan. Oleh karena itu,
dalam Al-Qur’an kata tilawah lebih sering digunakan daripada kata qira’ah
dalam konteks tugas para rasul ‘alaihimussalam.
Syaikh
Ibnu Utsaimin dalam kitabnya Majalis Syahri Ramadlan menguraikan cakupan
makna tilawah ke dalam dua macam:
a) Tilawah Hukmiyah, yaitu membenarkan segala informasi Al Qur’an danmenerapkan segala
ketetapan hukumnya dengan cara menunaikanperintah-perintahNya dan menjauhi larangan-laranganNya.
b) Tilawah Lafdziyah, yaitu membacanya. Inilah yang keutamaannya diterangkan oleh
Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam dalam hadits Bukhari: خَيرُكُم مَنْ تعَلَّمَ القُرآنَ وعَلَّمَه; (Sebaik-baik kalian adalah orang yang mempelajari Al-Qur’an
dan yang mengajarkannya).
Dari sini dengan jelas kita dapat melihat bahwa
kata tilawah ini mengungkapkan aspek praktis dari 'membaca', yakni sebuah
tindakan yang terpadu, baik secara verbal, intelektual maupun fisik dalam
mengikuti serta mengamalkan isi Kitabullah. Kata ini mengisyaratkan bahwa
membaca Al-Qur'an itu bukan hanya sekedar melafalkan huruf-hurufnya secara
lisan saja atau menyerap dan menganalisa informasi di dalamnya sebagai wacana intelektual
yang bersifat kognitif belaka, akan tetapi juga harus diikuti dengan aplikasi
secara nyata dengan iman dan amal.
Kata tilawah dengan berbagai derivasi
dan variasi maknanya dalam Al-Qur’an terulang/disebutkan sebanyak 63 kali. Kata
tilawah ini dalam beberapa kitab seperti dalam Al-Mishbah Al-Munir fi
Gharib Asy-Syarh Al-Kabir, Al-Shahib Ibn ‘Ibad dalam Al-Muhith fi
Al-Lughah, Ibnu Mandhur dalam Lisanul-‘Arab,dan dalam Mukhtar
Al-Shihah, secara leksikal/harfiah mengandung makna "bukan sekedar”
membaca (qira’ah).
Kalau kita cermati kata yatluu atau tilawah
dalam Al-Qur’an, maka obyek bacaannya adalah ayat-ayat atau kitab suci
Al-Qur’an yang pasti terjamin kebenarannya. Penasaran? Coba saja search kata yatluu
dalam Al-Qur’an pasti akan Anda temukan maf’ul bih (obyek)-nya adalah
“ayat-ayat Allah”. Contohnya, adalah ayat-ayat berikut ini: “Ya Tuhan kami,
utuslah untuk mereka sesorang Rasul dari kalangan mereka,yang akan membacakan
kepada mereka ayat-ayat Mu…”(Q.S. Al Baqarah:129.) “Sebagaimana (Kami telah
menyempurnakan ni’mat Kami kepadamu) Kami telah mengutus kepadamu Rasul
diantara kamu yang membacakan ayat-ayat Kami kepada kamu” (Q.S. Al Baqarah:151).
“Dia-lah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul di antara
mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka” (Q.S. Al Jumuah:2),
dan ayat-ayat Al Qur’an yang semisal lainnya.
Jadi, implikasi aktifitas tilawah adalah
mengikuti dan menerapkan apa yang terkandung dalam teks ayat yang dibaca adalah
untuk dijadikan sebagai tuntunan, kode etik atau jalan hidup (way of life).
Jika saja Allah mengizinkan manusia untuk mengikuti dan menerapkan jalan hidup
dari selain Al-Qur’an, maka obyek kata tilawah dalam Al-Qur'an bukan hanya
ayat-ayat Allah saja akan tetapi bisa bermacam-macam. Namun ternyata tidak
demikian. Faktanya, justru hanya kata qira'ah yang di dalamAl-Qur'an dipakai
untuk obyek baca yang beragam, bukan hanya ayat-ayat Al-Qur’an saja.
Kesimpulannya, bahwa qira'ah adalah proses
intelektual yang bisa dilakukan dengan mempergunakan beragam sumber bacaan,
baik yang berasal dari Allah maupun selain-Nya. Namun, untuk tartil dan tilawah
tidak demikian. Hanya Al-Qur'an sajalah yang layak mendapat perlakuan spesial
itu.
3. Metode Membaca Al-Qur'an
Sederhananya,
kita tetap bisa menerjemahkan ketiga kosakata di atas dengan
"membaca", sebagaimana yang biasa digunakan dalam bahasa Arab. Akan
tetapi, dalam prakteknya, harus ada penekanan dan fokus yang jelas.Tujuannya,
agar kita tidak terjebak pada salah satu aspek membaca kemudian merasa cukup.
Adapun
dalam membaca Al-Qur’an kita tidak bisa lepas dari ketiga cara baca tersebut.
Masing-masing merupakan metode membaca Al-Qur’an yang berbeda, namun memiliki
korelasi satu sama lain, sehingga tidak bisa dilepaskan atau dipergunakan
secara parsial tanpa melibatkan lainnya.
Ketiga
macam metode membaca Al-Qur’an ini, yakni qira’ah, tartil, dan tilawah,
masing-masing memiliki fungsi yang khas. Fungsi-fungsi tersebut harus
diseimbangkan secara proporsional agar pengaruh ayat-ayat Al-Qur’an betul-betul
meresap dan membekas dalam perilaku serta karakter seorang muslim.
Boleh
jadi, sebagian orang telah berulang-ulang menyelesaikan tartil, namun ia
melupakan qira'ah dan tilawah. Atau hanya mengintensifkan qira'ah, tanpa
disertai tilawah dan tartil. Pun, bisa jadi ada yang telah menjalankan tilawah,
namun kurang dalam aktifitas qira'ah dan tartil dalam kesehariannya. Dengan
kata lain, dalam berinteraksi dengan Al-Qur’an, sebaiknya kita melibatkan
ketiga metode tersebut sekaligus, yaitu: qira’ah, tartil, dan tilawah.
B.
Pengertian Kecerdasan
Dalam mengartikan kecerdasan, para ahli mempunyai pengertian yang
beragam. Kecerdasan atau intelegensi dapat dipandang sebagai kemampuan memahami
dunia, berpikir rasional, dan menggunakan sumber-sumber secara efektif pada saat
dihadapkan dengan tantangan. Ada juga yang berpendapat bahwa pengertian
kecerdasan adalah kemampuan general manusia untuk melakukan tindakan-tindakan
yang mempunyai tujuan dan berpikir dengan cara rasional. Selain itu, kecerdasan
dapat juga diartikan sebagai kemampuan pribadi untuk memahami, melakukan inovasi, dan
memberikan solusi terhadap dalam berbagai situasi.
1.
Jenis-jenis
kecerdasan
yang
secara umum dipahami dewasa ini terdiri dari; kecerdasan intelektual atau Intelegent
Quotient (IQ), kecerdasan emosional atau Emotional Quotient (EQ),
dan kecerdasan spritual atau Spiritual Quotient (SQ). Berikut ini
penjelasan masing-masing jenis kecerdasan tersebut:
a)
Kecerdasan Intelektual atau Intelegent Quotient (IQ): adalah bentuk kemampuan individu untuk berfikir, mengolah, dan
menguasai lingkungannya secara maksimal serta bertindak secara terarah.
Kecerdasan ini digunakan untuk memecahkan masalah logika maupun strategis.
b)
Kecerdasan Emosional atau Emotional Quotient (EQ): adalah kemampuan untuk mengenali, mengendalikan dan menata
perasaan sendiri dan perasaan orang lain secara mendalam sehingga kehadirannya
menyenangkan dan didambakan orang lain. Kecerdasan ini memberi kita kesadaran
mengenai perasaan milik diri sendiri dan juga perasaan milik orang lain,
memberi rasa empati, cinta, motivasi, dan kemampuan untuk menanggapi kesedihan
atau kegembiraan secara tepat.
c)
Kecerdasan Spritual atau Spiritual Quotient (SQ): adalah sumber yang mengilhami dan melambungkan semangat seseorang
dengan mengikatkan diri pada nilai-nilai kebenaran tanpa batas waktu.
Kecerdasan ini digunakan untuk membedakan baik dan buruk, benar dan salah, dan
pemahaman terhadap standar moral.
Namun Ary Ginanjar Agustian menggabungkan
antara Emotional Quotient (EQ) dengan Spiritual Question (SQ), sehingga menjadi
Emotional and Spiritual Question (ESQ). Menurutnya ESQ model akan senantiasa
berpusat pada prinsip atau kebenaran hakiki yang bersifat universal dan abadi.
2. Kecerdasan
Otak
Kecerdasan
diidentikan dengan IQ (intelectual
Quotient) dengan asumsi bahwa kecerdasan memang berkaitan dengan kegiatan
intelektual manusia. Kecerdasan adalah potensi yang terpendam dalam diri kita
yang digunakan ketika kita tidak tahu apa yang kita lakukan.dan tahu harus
melakukan sesuatu yang tidak diketahui sebelumnya adalah sesuatu yang mustahil.
Itulah inti dari kecerdasan. Dengan kecerdasan otak, manusia diciptakan Tuhan
untuk mampu mengatur dirinya, lingkungan, dan dunianya. Setiap orang mempunyai
kecerdasan, dan kecerdasan itu tidak didapatkan melalui proses belajar. Namun,
semata-mata anugerah dari Tuhan.
Kecerdasan
mempunyai fungsi yang bermacam-macam diantaranya :
a.
Kemampuan
daya ingat
Kecerdasan
manusia sangat berpengaruh terhadap daya ingat manusia itu sendiri. Kemampuan
daya ingat kita mencakup menalar, mengingat sesuatu kejadian. Apabila daya
ingat tidak diasah akan menjadi tumpul.
b.
Kemampuan
berfikir
Berfikir
adalah kegiatan sehari-hari, kecerdasan sangat berpengaruh terhadap cara
berpikir kira. Seseorang yang mempunyai kecerdasan tingkat tinggi akan dapat
berpikir positif dan kritis.
c.
Kemampuan
memahami
Dengan
kecerdasan yang kita miliki, kita dapat memehami persoalan sehari-hari, seperti
memahami apa yang orang katakan atau memahami isi buku dan lain-lain.
d.
Kemampuan
memecahkan masalah
Kecerdasan itu
dibutuhkan untuk berfikir mancari jalan keluar dari masalah.
C. Prestasi Belajar Siswa
a. Pengertian belajar
Belajar
menurut Slameto (2003: 2) yakni belajar merupakan proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu
perubahan tingkah laku yang baru secara
keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Hal ini berarti bahwa peningkatan
kualitas dan kwantitas tingkah laku seseorang seperti
peningkatan kecakapan, pengetahuan dll
menunjukkan kualitas dan kwantitas tingkah laku seseorang diperlihatkan dalam bertambahnya kwalitas dan kwantitas
kemampuan seseorang dalam berbagai bidang.
Dalam proses belajar, apabila seseorang tidak
mendapatkan suatu peningkatan kwalitas dan kuantitaas kemampuan maka orang tersebut sebenarnya belum mengalami proses
belajar, atau dengan kata lain ia mrngalami
kegagalan di dalam proses belajar.
b. Pengertian Prestasi
Dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia (2001: 895) prestasi diartikan sebagai yang telah dicapai (telah dilakukan, dikerjakan dan
sebagainya). Menurut Arifin (1991: 3),
prestasi adalah kemampuan, keterampilan dan sikap
seseorang dalam menyelesaikan sesuatu hal. Dapat
disimpulkan bahwa prestasi merupakan hasil usaha yang telah dicapai oleh seseorang setelah ia melakukan sesuatu hal.
c. Pengertian Prestasi Belajar
Prestasi
belajar merupakan hasil usaha yang telah dicapai seseorang setelah ia melakukan kegiatan belajar. Winkel (1996: 162)
mengatakan bahwa “prestasi belajar adalah
suatu bukti keberhasilan belajar atau kemampuan
seseorang siswa dalam melakukan kegiatan belajarnya sesuai dengan bobot yang dicapainya.” Winkel (1996: 162)
mengatakan bahwa “prestasi belajar adalah
suatu bukti keberhasilan belajar atau kemampuan seseorang
siswa dalam melakukan kegiatan belajarnya sesuai dengan bobot yang dicapainya.” Prestasi
belajar oleh Zainal Arifin dikatakan penting untuk dipermasalahkan karena mempunyai beberapa fungsi utama,
yaitu : 1) Prestasi belajar sebagai indikator
kualitas dan kuantitas pengetahuan yang telah
dikuasai anak didik. 2) Prestasi belajar
sebagai lambang pemusatan hasrat ingin tahu. 3)
Prestasi belajar sebagai bahan informasi dalam inovasi pendidikan. 4) Prestasi belajar sebagai indikator intern dan ekstern
dari suatu institusi pendidikan. 5) Prestasi belajar dapat dijadikan indikator terhadap daya
serap (kecerdasan) anak didik.
Menurut
Dalyono (2001) faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar ada 2: a) Faktor
internal (yang berasal dari dalam diri) seperti kesehatan, intelegensi dan
bakat, minat dan motivasi, cara belajar, dan keaktifan. b) Faktor eksternal
(yang berasal dari luar diri) seperti keluarga, sekolah, masyarakat, lingkungan
sekolah.” (2001: 55). Menurut M. Ngalim Purwanto (2003: 107) terdapat dua
faktor yang mempengaruhi prestasi belajar yang dapat diikhtisarkan sebagai berikut
:
1) Faktor dari dalam meliputi :
a. Fisiologi dari kondisi fisik dan kondisi panca indera.
b. Psikologi terdiri dari bakat, minat, kecerdasan, motivasi, dan kemampuan kognitif.
2) Faktor dari luar meliputi :
a. Lingkungan yang terdiri dari alam social
b. Instrumen yang terdiri dari kurikulum atau bahan pelajaran, guru pengajar dan fasilitas serta administrasi atau manajemen.
Dari
uraian di atas dapat disimpulkan bahwa terdapat dua faktor yang mempengaruhi Prestasi Belajar Siswa yaitu faktor internal dan
factor eksternal. Dalam penelitian ini hanya
dibatasi pada faktor internal yaitu motivasi
belajar.
D. Penelitian Yang Relevan
Rajin membaca/menghafal al-qur’an sangat bagus
untuk meningkatkan kecerdasan, apalagi di usia anak-anak. Hal ini banya
dibuktikan dalam penelitian tentang pengaruh bacaan alqur’an pada sysraf, otak,
dan organ tubuh lainnya. Konsentrasi yang
tinggi ini dihubungkan dengan kinerja otak. Menurut M. Ngalim Poerwanto, dalam
bukunya yang berjudul Psikologi Pendidikan (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 1992 – hal. 52) Jika
sel-sel otak bekerja atau difungsikan terus dengan hal-hal positif dan aktif,
maka akan menjadi lebih kuat.
Dengan menghafal, otak kanan akan terbiasa
berfikir dengan detail dan focus. Dibawah ini salah satu artikel tentang
pengaruh membaca/menghafal alqur’an terhadap kecerdasan: (Arrahmah.com) – “Tak ada lagi bacaan yang dapat meningkatkan
terhadap daya ingat dan memberikan ketenangan kepada seseorang kecuali membaca
Al-Qur’an…”.
Dr. Al Qadhi, melalui penelitiannya yang
panjang dan serius di Klinik Besar Florida Amerika Serikat, berhasil
membuktikan hanya dengan mendengarkan bacaan ayat-ayat Alquran, seorang Muslim,
baik mereka yang berbahasa Arab maupun bukan, dapat merasakan perubahan
fisiologis yang sangat besar. Penurunan depresi, kesedihan, memperoleh
ketenangan jiwa, menangkal berbagai macam penyakit merupakan pengaruh umum yang
dirasakan orang-orang yang menjadi objek penelitiannya. Penemuan sang dokter
ahli jiwa ini tidak serampangan. Penelitiannya ditunjang dengan bantuan
peralatan elektronik terbaru untuk mendeteksi tekanan darah, detak jantung,
ketahanan otot, dan ketahanan kulit terhadap aliran listrik. Dari hasil uji
cobanya ia berkesimpulan, bacaan Alquran berpengaruh besar hingga 97% dalam
melahirkan ketenangan jiwa dan penyembuhan penyakit.
Penelitian Dr. Al Qadhi ini diperkuat pula oleh
penelitian lainnya yang dilakukan oleh dokter yang berbeda. Dalam laporan
sebuah penelitian yang disampaikan dalam Konferensi Kedokteran Islam Amerika
Utara pada tahun 1984, disebutkan, Al-Quran terbukti mampu mendatangkan
ketenangan sampai 97% bagi mereka yang mendengarkannya. Kesimpulan hasil uji
coba tersebut diperkuat lagi oleh penelitian Muhammad Salim yang dipublikasikan
Universitas Boston. Objek penelitiannya terhadap 5 orang sukarelawan yang
terdiri dari 3 pria dan 2 wanita. Kelima orang tersebut sama sekali tidak
mengerti bahasa Arab dan mereka pun tidak diberi tahu bahwa yang akan
diperdengarkannya adalah Al-Qur’an. Penelitian yang dilakukan sebanyak 210 kali
ini terbagi dua sesi, yakni membacakan Al-Qur’an dengan tartil dan membacakan
bahasa Arab yang bukan dari Al-Qur’an. Kesimpulannya, responden mendapatkan
ketenangan sampai 65% ketika mendengarkan bacaan Al-Qur’an dan mendapatkan
ketenangan hanya 35% ketika mendengarkan bahasa Arab yang bukan dari Al-Qur’an.
Al-Qur’an memberikan pengaruh besar jika diperdengarkan kepada bayi. Hal
tersebut diungkapkan Dr. Nurhayati dari Malaysia dalam Seminar Konseling dan
Psikoterapi Islam di Malaysia pada tahun 1997. Menurut penelitiannya, bayi yang
berusia 48 jam yang kepadanya diperdengarkan ayat-ayat Al-Qur’an dari tape
recorder menunjukkan respons tersenyum dan menjadi lebih tenang.
Sungguh suatu kebahagiaan dan merupakan
kenikmatan yang besar, kita memiliki Al-Qur’an. Selain menjadi ibadah dalam
membacanya, bacaannya memberikan pengaruh besar bagi kehidupan jasmani dan
rohani kita. Jika mendengarkan musik klasik dapat memengaruhi kecerdasan
intelektual (IQ) dan kecerdasan emosi (EQ) seseorang, bacaan Al-Qur’an lebih
dari itu. Selain memengaruhi IQ dan EQ, bacaan Al-Qur’an memengaruhi kecerdasan
spiritual (SQ). Mahabenar Allah yang telah berfirman, “Dan apabila dibacakan Al-Qur’an, simaklah dengan baik dan
perhatikanlah dengan tenang agar kamu mendapat rahmat” (Q.S. 7: 204)
Jika melihat ulama zaman dahulu imam syafi’i,
beliau telah hafal qur’an sejak usia belum baligh yakni umur 10 tahun. Adapun manfaat menghafal Al
Quran antara lain adalah:
1. Melatih daya konsentrasi.
2. Menstimulus otak dan tingkat
kecerdasan.
3. Terhindar dari kepikunan
4. Menumbuhkan kedisiplinan
5. Paham Quran lebih mendalam
6. Keutamaan dunia dan akhirat
7. Untung dalam perdagangan
8. Mahkota Kemuliaan
9. Meningkatkan derajat
10. Syafaat di hari kiamat
11. Kemuliaan (tasyrif) dari Nabi
Muhammad
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Fattah Az-Zawawi. (2010). Revolusi
Menghafal Al-Quran. Solo: Insan Kamil.
Cahyo, Agus N. (2011). Penjelasan-penjelasan
Ilmiah tentang Dahsyatnya Manfaat Ibadah-Ibadah Harian untuk Kesehatan Jiwa dan
Fisik. Kita!.Yogyakarta: DIVA Press.
Dalyono. (2001). Psikologi Pendidikan.
Jakarta: Rineka Cipta.
http://bagus-pamungkas.blogspot.co.id/2015/05/proposa
penelitian-tentang-al-quran.html
Nawawi, Imam. (2002).Adab Pengemban Al-Quran-terjemahan,
Jakarta: Mustaqiim
Riyadh, Sa’ad. (2009). Anakku Cintailah
Al-Quran. Jakarta: Gema Insani
Sugihartono. (2007). Psikologi Pendidikan.
Yogyakarta : UNY Press.
Widiyanita Rahma (2007). Pengaruh Kegiatan
Menghafal Al-Quran Terhadap Prestasi Belajar Pendidikan Agama Islam,
Malang:UIN.
Winkel, W.S. 1983. Psikologi Pendidikan dan
Evaluasi Belajar. Jakarta: PT.Gramedia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar