Halaman

Selasa, 14 Februari 2017

JADILAH GURU IDEAL, KREATI DAN INOVATIF




Menjadi guru ideal dan inovatif adalah sebuah tuntutan yg tidak bisa di elakan. Masa depan bangsa ini di tentukan kader-kader muda bangsa, sedangkan penanggung jawab utama masa depan kade-kader muda tersebut berada di pundak guru, karena gurulah yang berinteraksi langsung dengan mereka dalam membentuk kepribadian, memberikan pemahaman, mengembangkan imajinasi dan cita-cita, membangkitkan semangat dan menggerakkan kekuatan mereka.
 Dari sinilah mereka membayangkan masa depannya, mencanangkan sebuah impian hidupnya, dan melihat jauh ke angkasa, terbang setinggi langit laksana anak panah yang lepas dari busurnya. Jika busurnya (guru) menjadi kekuatan besar dan visi yang jauh ke  depan, maka anak akan melesat jauh kedepan. Namun, jika busurnya lemah dan tidak visioner , maka anak panah akan melesat lemah, bahkan gagal melesat karena hilangnya kekuatan.
Disinilah, seorang guru dituntut menjadi busur yang kuat, dinamis, visioner, dan powerfull sehingga mampu melesatkan potensi dan cita-cita murid tinggi jauh ke angkasa, menjadi orang yang mampu memberikan kemanfaatan penuh bagi kemajuan dunia.
Ketika guru yang hadir adalah mereka yang energik, interested, berwawasan luas, humoris, dan mampu menguasai kelas. Maka kedatangan guru tersebut sangat din anti oleh murid-muridnya, karena yang keluar dari nya adalah mutiara emas yang sulit untuk di ulang untuk yang ke-dua kalinya. Ia bagaikan lampu yang menyinari kegelapan, matahari yang memberikan secercah harapan, bintang yang menyejukkan impian dan bulan purnama yang menyirami kedamaian, keindahan dan ketenangan batin.
Guru ideal yang diperlukan saat ini adalah pertama, guru yang memahami benar akan profesinya. Profesi guru adala profesi yang mulia. Dia adalah sosok yang selalu memberi dengan tulus dan tak mengharapkan imbalan apapun, kecuali ridho dari Tuhan pemilik bumi. Falsafah hidupnya adalah tangan di atas lebih mulia daripada tangan dibawah. Hanya memberi tak harap kembali. Dia mendidik dengan hatinya.
Kehadirannya dirindukan oleh peserta didiknya. Wajahnya selalu ceria, senang, dan selalu menerapkan 5S dalam kesehariannya (Salam, Sapa, Sopan, Senyum, dan Sabar).
Kedua, Guru yang ideal adalah guru yang rajin membaca dan menulis. Pengalaman mengatakan, siapa yang rajin membaca, maka ia akan kaya akan ilmu. Namun, bila kita malas membaca, maka kemiskinan ilmu akan terasa. Guru yang rajin membaca otaknya seperti komputer atau ibarat mesin pencari di internet ysng bernama Google. Bila ada peserta didiknya yang bertanya, memori otaknya langsung bekerja mencari dan menjawab pertanyaan para anak didiknya dengan cepat dan benar.
Akan terlihat wawasan guru yang rajin membaca, dari cara bicara dan menyampaikan pengajarannya. Guru yang ideal adalah guru yang juga rajin menulis. Bila guru malas membaca, maka sudah bisa dipastikan dia akan malas pula untuk menulis. Menulis dan membaca adalah kepingan mata uang logam yang tidak dapat dipisahkan. Guru yang terbiasa membaca, maka ia akan terbiasa menulis, mengapa? Dari membaca itulah guru mampu membuat kesimpulan dari apa yang dibacanya, kemudian kesimpulan itu ia tuliskan kembali dalam gaya bahasanya sendiri.
Menulis itu ibarat pisau yang kalau tidak sering diasah, maka akan tumpul dan berkarat. Guru yang rajin menulis, akan mempunyai kekuatan tulisan yang sangat tajam, layaknya sebilah pisau. Tulisannya sangat menyentuh hati, dan bermakna. Runut serta mudah dicerna bagi siapa saja yang membacanya.
Ketiga, Guru yang ideal adalah guru yang sensitif terhadap waktu. Orang Barat mengatakan bahwa waktu adalah uang, time is money. Bagi guru waktu lebih dari uang dan bahkan bagaikan sebilah pedang tajam yang dapat membunuh siapa saja termasuk pemiliknya. Pedang yang tajam bisa berguna untuk membantu guru menghadapi hidup ini, namun bisa juga sebagai pembunuh dirinya sendiri. Bagi guru yang kurang memanfaatkan waktunya dengan baik, maka tidak akan banyak prestasi yang ia raih dalam hidupnya. Dia akan terbunuh oleh waktu yang ia sia-siakan. Karena itu guru harus sensitif terhadap waktu.
Detik demi detik waktunya teratur dan terjaga dari sesuatu yang kurang baik serta sangat berharga. Saat kita menganggap waktu tidak berharga, maka waktu akan menjadikan kita manusia tidak berharga. Demikian pula saat kita memuliakan waktu, maka waktu akan menjadikan kita orang mulia. Karena itu, kualitas seseorang terlihat dari cara ia memperlakukan waktu dengan baik.
Keempat, Guru yang ideal adalah guru yang tidak terjebak dengan rutinitas kerjanya. Kesibukan kerja setiap hari menjadi rutinitas yang tiada henti. Guru harus pandai mengatur rutinitas kerjanya. Jangan sampai guru terjebak sendiri dengan rutinitasnya yang justru tidak menghantarkan dia menjadi guru yang baik dan menjadi tauladan anak didiknya. Guru harus pandai mensiasati pembagian waktu kerjanya. Buatlah jadwal yang terencana. Buang kebiasan-kebiasaan yang membawa guru untuk tidak terjebak di dalam rutinitas kerja, misalnya : pandai mengatur waktu dengan baik, membuat diari atau catatan harian yang ditulis dalam agenda guru, dan lain-lain. Rutinitas kerja tanpa sadar membuat guru terpola menjadi guru pasif bukan aktif. Hari-harinya diisi hanya untuk mengajar saja. Dia tidak mendidik dengan hati. Waktunya di sekolah hanya sebatas sebagai tugas rutin mengajar yang tidak punya nilai apa-apa. Guru hanya melakukan transfer of knowledge. Tidak mau tahu dengan lingkungan dan kondisi sekolah apalagi kondisi siswa. Dia mengganggap pekerjaan dia adalah karirnya, karena itu dia berusaha keras agar yang dilakukannya bagus di mata pimpinannya atau kepala sekolah. Tak ada upaya untuk keluar dari rutinitas kerjanya yang sudah membosankan. Bahkan sampai saatnya memasuki pensiun. Apakah ini yang disebut guru profesional?
Kelima, Guru yang ideal adalah guru yang kreatif dan inovatif. Merasa sudah berpengalaman membuat guru menjadi kurang kreatif. Guru malas mencoba sesuatu yang baru dalam pembelajarannya. Dia merasa sudah cukup. Tidak ada upaya untuk menciptakan sesuatu yang baru dari pembelajarannya. Dari tahun ke tahun gaya mengajarnya itu-itu saja. Rencana Program Pembelajaran (RPP) yang dibuatpun dari tahun ke tahun sama, hanya sekedar copy and paste tanggal dan tahun saja. Rencana Program pembelajaran tinggal menyalin dari kurikulum yang dibuat oleh pemerintah atau menyontek dari guru lainnya. Guru menjadi tidak kreatif. Proses kreatif menjadi tidak jalan. Untuk melakukan suatu proses kreatif dibutuhkan kemauan untuk melakukan inovasi yang terus menerus, tiada henti.Guru yang kreatif adalah guru yang selalu bertanya pada dirnya sendiri. Apakah dia sudah menjadi guru yang baik? Apakah dia sudah mendidik dengan benar? Apakah anak didiknya mengerti tentang apa yang dia sampaikan? Dia selalu memperbaiki diri. Dia selalu merasa kurang dalam proses pembelajarannya. Dia tidak pernah puas dengan apa yang dia lakukan. Selalu ada inovasi baru yang dia ciptakan dalam proses pembelajarannya. Dia selalu memperbaiki proses pembelajarannya melalui penelitian tindakan kelas. Dia selalu belajar sesuatu yang baru, dan merasa tertarik untuk membenahi cara mengajarnya. Dia belajar sepanjang hayat hidupnya.
Terakhir, Guru yang ideal adalah guru yang memiliki 5 kecerdasan. Kecerdasan yang dimiliki terpancar jelas dari karakter dan prilakunya sehari-hari. Baik ketika mengajar, ataupun dalam hidup ditengah-tengah masyarakat. Kelima kecerdasan itu adalah: kecerdasan intelektual, kecerdasan moral, kecerdasan sosial, kecerdasan emosional, kecerdasan motorik.
Kecerdasan intelektual harus diimbangi dengan kecerdasan moral, Mengapa? Bila kecerdasan intelektual tidak diimbangi dengan kecerdasan moral akan menghasilkan peserta didik yang hanya mementingkan keberhasilan ketimbang proses, segala cara dianggap halal, yang penting target tercapai semaksimal mungkin. Inilah yang terjadi pada masyarakat kita sehingga kasus korupsi merajalela di kalangan orang terdidik. Karena itu kecerdasan moral akan mengawal kecerdasan intelektual sehingga akan mampu berlaku jujur dalam situasi apapun. Jujur bukanlah kebijakan yang terbaik, tapi jujur adalah satu-satunya kebijakan. Kejujuran adalah kunci keberhasilan dan kesuksesan. Selain itu kecerdasan sosial juga harus dimilikin oleh guru ideal agar tidak egois, dan tidak memperdulikan orang lain. Dia harus mampu bekerjasama dengan karakter orang lain yang berbeda. Kecerdasan emosional harus ditumbuhkan agar guru tidak gampang marah, tersinggung, dan mudah melecehkan orang lain. Sedangkan kecerdasan motorik diperlukan agar guru mampu melakukan mobilitas tinggi sehingga mampu bersaing dalam memperoleh hasil yang maksimal.

Sumber:
Wijaya Kusumah (wijayalabs.blogdetik.com)
Jamal ma’mur asmani. 2009. Tips Menjadi Guru Inspiratif, Kreatif, Dan Inovativ. Jogjakarta. Diva press.

Jumat, 10 Februari 2017

PENGARUH MEMBACA DAN MENGHAFAL AL-QUR'AN TERHADAP KECERDASAN DAN PRESTASI SISWA




BAB I
PENDAHULUAN
   A.   Latar Belakang Masalah
Al Qur’an merupakan kitab suci umat Islam. Al Qur’an diturunkan oleh Allah SWT kepada nabi Muhammad SAW yang buta huruf kala itu. Ia dilahirkan dan hidup di tengah-tengah kaum yang terbelakang peradabannya, di jazirah Arab. Al Qur’an diturunkan selama 22 tahun, 2 bulan, 22 hari.
Di dalamnya terdapat banyak rahasia yang belum terungkap. Al Qur’an juga merupakan penawar atau obat psikis maupun fisik. Hal ini berdasarkan Firman Allah “dan kami turunkan dari Al Qur’an (sesuatu) yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang yang beriman, sedangkan bagi orang yang zalim (Al Qur’an itu) hanya akan menambah kerugian” (Q.S. Al Isra: 82). Menurut Ary Ginanjar Agustian, Al Qur’an memberikan petunjuk dan aplikasi dari kecerdasan emosi dan spiritual atau ESQ yang sangat sesuai dengan suara hati. Al Qur’an juga memberikan langkah-langkah untuk suatu penyempurnaan, pembangunan hati dan pikiran secaraterus-menerus beserta langkah-langkah pelatihannya baik mental maupun pikiran bahkan secara fisik.
Penelitian mengenai kehebatan bacaan Al-Qur’an dilakukan oleh Dr. Al Qadhi di Klinik Besar Florida, Amerika Serikat.  Beliau melakukan penelitian melalui deteksi tekanan darah, detak jantung, ketahanan otot, dan ketahanan kulit pada seseorang yang telah mendengarkan bacaan Al-Qur’an. Dari hasil uji coba bacaan Al-Qur’an berpengaruh hingga 97% terhadap ketenangan jiwa dan penyembuhan penyakit.
Penelitian tersebut diperkuat oleh Muhammad Salim yang kemudian dipublikasikan oleh Universitas Boston. Objek penelitiannya terhadap 5 orang sukarelawan yang terdiri dari 3 pria dan 2 wanita. Kelima orang tersebut sama sekali tidak mengerti bahasa Arab. Penelitian ini terbagi menjadi dua sesi, yakni membacakan Al-Qur’an dengan tartil dan membacakan bahasa Arab yang bukan dari Al-Qur’an. Kesimpulannya, mereka mendapatkan ketenangan sampai 65% ketika mendengarkan bacaan Al-Qur’an dan mendapatkan ketenangan hanya 35% ketika mendengarkan bahasa Arab yang bukan dari Al-Qur’an.
Al-Qur’an memberikan pengaruh besar jika diperdengarkan kepada bayi. Hal tersebut diungkapkan Dr. Nurhayati dari Malaysia dalam Seminar Konseling dan Psikoterapi Islam di Malaysia pada tahun 1997. Menurut penelitiannya, bayi yang berusia 48 jam yang kepadanya diperdengarkan ayat-ayat Al-Qur’an dari tape recorder menunjukkan respons tersenyum dan menjadi lebih tenang.
Sungguh suatu kebahagiaan dan merupakan kenikmatan yang besar, kita memiliki Al-Qur’an. Selain menjadi ibadah dalam membacanya, bacaannya memberikan pengaruh besar bagi kehidupan jasmani dan rohani kita. Jika mendengarkan musik klasik dapat memengaruhi kecerdasan intelektual (IQ) dan kecerdasan emosi (EQ) seseorang, bacaan Al-Qur’an lebih dari itu. Selain memengaruhi IQ dan EQ, bacaan Al-Qur’an memengaruhi kecerdasan spiritual (SQ).
Di abad modern ini, orang-orang sangat sibuk dengan urusan duniawi, sehingga mereka melupakan Al Qur’an. Inilah yang membuat orang tidak bahagia. Orang yang berpandangan bahwa kebahagiaan hanya dapat diperoleh dengan cara memperoleh harta sebanyak-banyaknya akan menjadi stress dan serakah, sehingga mereka meninggalkan nilai-nilai Al Qur’an. Bukan hanya orang dewasa saja yang sudah mulai meninggalkan Al Qur’an, tetapi anak-anak juga. Hal ini terlihat dari tempat-tempat mengaji dan belajar Al Qur’an mulai sepi. Anak-anak lebih suka dengan gatgetnya daripada membaca Al Qur’an.
Terkait dengan dunia pendidikan, untuk menciptakan manusia yang berkualitas dan berprestasi tinggi. Pendidikan merupakan suatu hal yang penting bagi kehidupan manusia, karena dengan pendidikan manusia akan terbuka cakrawala intelektual serta spiritualnya. Pentingnya pendidikan bukanlah sebatas bagi tumbuh kembang secara jasmani atau fisik manusia saja, tetapi juga menyangkut pendidikan bagi tumbuh kembang rohaninya. Pendidikan sangat dibutuhkan sejak dini, karena dengan pendidikan dapat dijadikan sebagai pedoman hidup hingga menuju masa tuanya. Perkembangan dunia pendidikan dalam era globalisasi saat ini telah merambah ke era kompetensi. Bukan suatu hal yang aneh jika beberapa instansi pendidikan berusaha semaksimal mungkin untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Hal ini merupakan tuntutan terhadap lulusan sebuah instansi pendidikan menjadi harapan bagi masyarakat dalam tuntutan pemenuhan lapangan pekerjaan serta kwalitas Sumber Daya Manusia bangsa Indonesia.
Peningkatan kualitas siswa menjadi objek utama pendidikan saat ini. Salah satu instansi pendidikan tersebut adalah sekolah, yang menampung peserta didik untuk dibina agar mereka memiliki kemampuan, kecerdasan dan keterampilan.serta memiliki akhlaq yang mulia. Proses pendidikan di dalamnya diperlukan pembinaan secara terkoordinasi dan terarah. Diharapkan siswa dapat mencapai prestasi belajar yang maksimal sehingga tercapainya tujuan pendidikan.
Tujuan pendidikan yang kita harapkan adalah mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman, dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kepribadian yang mantap, serta mandiri. Pendidikan harus mampu mempersiapkan warga negara agar dapat berperan aktif dalam menjalani kehidupan, cerdas, aktif, kreatif, terampil, jujur, disiplin dan bermoral tinggi.
Dalam UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, telah ditegaskan mengenai tujuan pendidikan nasional adalah : Mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa (Pendidikan Karakter) yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Salah satu kendala atau permasalahan yang dihadapi dalam proses pendidikan saat ini adalah banyak siswa yang tidak/kurang mampu mencapai prestasi yang optimal salah satunya disebabkan karena kurang mampu berkonsentrasi. Konsentrasi merupakan induk dari semua aktifitas pembelajaran, namun ironisnya sangat banyak individu pembelajar yang tidak atau belum mampu berkonsentrasi. Ketidakberadaan pihak yang mampu mengajari mereka terkait dengan konsentrasi, baik guru maupun orang tua, turut menyebabkan hal ini.
Dalam kerangka mencerdaskan kehidupan bangsa, perlu dicarikan sebuah solusi untuk mengatasi faktor yang menjadi salah satu kelemahan dari para siswa kita yaitu melemahnya daya konsentrasi siswa dalam mengikuti kegiatan pembelajaran sehingga mempengaruhi hasil dari proses pembelajaran itu sendiri. Salah satu yang digunakan yaitu dengan cara menggunakan metode menghafal Al-Qur’an, dimana penelitian Dr. Nurhayati dari Malaysia dikutip oleh Agus N Cahyo (2011: 104) mengemukakan hasil penelitiannya tentang pengaruh bacaan Al-Qur’an dapat meningkatkan IQ bayi yang baru lahir dalam sebuah Seminar Konseling dan Psikoterapi Islam sekitar tujuh tahun yang lalu. Dikatakannya, bayi yang berusia 48 jam saja akan langsung memperlihatkan reaksi wajah ceria dan sikap yang lebih tenang.
Berdasarkan observasi peneliti di SD IT ADZKIA kota Padang kebanyakan siswa yang belum lancar dalam membaca dan menghafal Al-Qur’an cenderung tidak fokus dan kecerdasan yang lemah, sehingga prestasinya rendah. Berdasarkan uraian tersebut maka peneliti terdorong untuk melakukan penelitian yang berjudul “Pengaruh Membaca Dan Menghafal Al-Qur’an Terhadap Kecerdasan dan prestasi belajar siswa”
B.   Identifikasi Masalah
1.    Pengaruh membaca dan menghafal alqur’an terhadap kecerdasan siswa
2.    Pengaruh membaca dan menghafal alqur’an terhadap prestasi belajar siswa
C.   Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis dapat merumuskan masalah sebagai berikut:
1.  Adakah pengaruh membaca dan menghafal Al Qur’an terhadap kecerdasan siswa ?
2.  Bagaimana pengaruh membaca dan menghafal alqur’an terhadap prestasi belajar siswa?
D.   Batasan Masalah
Peneliti membatasi masalah pada pengaruh membaca dan menghafal alqur’an terhadap kecerdasan dan prestasi belajar siswa.
E.   Tujuan Penelitian
Tujuan diadakannya penelitian ini adalah:
1.  Untuk mengetahui pengaruh membaca Al Qur’an terhadap kecerdasan siswa
2.  Untuk mengetahui pengaruh membaca dan menghafal alqur’an terhadap prestasi belajar siswa?
F.    Manfaat  Penelitian
Selain tujuan yang hendak dicapai oleh peneliti, terdapat pula beberapa manfaat dalam penelitian ini, antara lain:
1.  Manfaat Teoritis
a.  Penelitian ini bermanfaat untuk memberikan informasi dan menambah pengetahuan tentang pengaruh membaca dan menghafal Al-Qur’an terhadap kecerdasan dan prestasi belajar siswa.
b.  Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan acuan dan bahan pertimbangan dalam penelitian penelitian selanjutnya.
2.  Manfaat Praktis
Diharapkan dengan adanya penelitian ini dapat memberikan manfaat praktis :
1.  Bagi Universitas Negeri Jakarta
Dari hasil penelitian ini dapat menambah koleksi perpustakaan yang diharapkan dapat menambah referensi bacaan bagi mahasiswa atau pihak lainnya yang berkepentingan.
2.  Bagi Pihak Sekolah
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam memberikan masukan kepada guru agar memperhatikan apa saja yang mempengaruhi siswa dalam pencapaian prestasi belajar.
3.  Bagi Peneliti
Dapat dijadikan acuan untuk pelaksanaan pendidikan yang lebih baik lagi, apabila peneliti telah menjadi pendidik sehingga dapat berkontribusi pada dunia pendidikan.


BAB II
KAJIAN TEORI
A.   Membaca dan Menghafal Al-Qur’an
1.    Pengertian Al Qur’an
Secara bahasa, Al Qur’an menurut pendapat yang paling kuat seperti yang di kemukakan oleh Dr. Subhi Al Salih berarti “bacaan”, asal kata dari qara’a. kata Al Qur’an itu berbentuk masdar dengan arti isim maf’ul yaitu maqru’ (dibaca). Adapun secara istilah atau definisi adalah: kalam Allah SWT yang merupakan mu’jizat yang diturunkan (diwahyukan) kepada Nabi Muhammad SAW dan ditulis di mushaf dan diriwayatkan dengan mutawattir serta membacanya adalah ibadah. Allah telah menjadikan Al Qur’an itu benar-benar sebagai mukjizat dalam penjelasan, sehingga ia menjadi mukjizat yang kekal bagi Rasulullah SAW. Allah berfirman: “Dan jika kamu (tetap) dalam keraguan tentang Al Qur’an yang kami wahyukan kepada hamba kami (Muhammad), buatlah satu surat (saja) yang semisal Al Qur’an itu dan ajaklah penolong-penolongmu selain Allah, jika kamu orang-orang yang benar. Maka jika kamu tidak dapat membuatnya dan pasti kamu tidak akan dapat membuatnya, peliharalah dirimu dari neraka yang bahan bakarnya manusia dan batu, yang disediakan bagi orang-orang kafir” (Q.S. Al baqarah: 23-24).
Allah SWT menjadikan susunan huruf, kata-kata, dan bunyi huruf sesuai dengan susunan syaraf manusia, sehingga setiap bunyi huruf Al Qur’an yang terlontarkan akan direspon secara positif oleh urat syaraf. Tak seorang pun yang mampu membuat sastra yang keindahan dan keteraturan susunannya melebihi Al Qu’ran. Al Qur’an adalah pembimbing menuju suatu kebahagiaan, di tengah kondisi yang terus berubah dangan cepat. Al Qur’an memberikan prinsip dasar yang dapat dijadikan pegangan untuk mencapai suatu keberhasilan dan kesejahteraan baik lahir maupun batin. Al Qur’an memberikan peneguhan agar manusia memiliki kepercayaan diri yang sejati dan mampu memberikan motivasi yang kuat dan prinsip yang teguh.
2.  Makna Membaca
Kata membaca menurut kamus besar Bahasa Indonesia berarti melihat serta memahami isi dr apa yg tertulis (dng melisankan atau hanya dalam hati). Sedangkan perintah membaca di dalam Al Qur’an menggunakan tiga bentuk kata, yaitu iqra’ atau faqra’u (qira’ah), utlu (tilawah), dan warattil (tartil). Tentunya masing-masing kata memiliki makna yang berbeda-beda.
1)  Qira’ah
Kata qira’ah berarti menyatukan (jama’a) huruf atau kalimat dengan selainnya dalam suatu bacaan. Derivat (bentuk turunan) kata dasar ini memiliki makna-makna diantaranya:
a)  tafahhama(berusahamemahami)daarasa(terusmempelajari),
b)   tafaqqaha(berupayamengertisecaramendalam),dan
c)  Hafizha (menghafal) karena menghafal juga berarti jama'a (mengumpulkan) dan dhamma (menyatukan).
Arti asal kata ini menunjukkan bahwa kata iqra' yang diterjemahkan dengan "bacalah!", tidak mengharuskan adanya suatu teks tertulis sebagai obyek baca, tidak pula harus diucapkan sehingga terdengar oleh orang lain. Karenanya, dalam kamus, Anda dapat menemukan beraneka ragam arti kata tersebut, antara lain: menyampaikan, menelaah, membaca, mendalami, meneliti, mengetahui ciri-ciri sesuatu, dan sebagainya, yang kesemuanya bermuara pada arti "menghimpun". Selain itu, kata qira'ah, berikut bentuk-bentuk yang seakar dengannya, dalam Al-Qur'an dipakai untuk mengungkapkan aktifitas membaca yang umum, mencakup teks apa saja.
Fokus qira'ah adalah meraih makna atau pengertian dari apa yang dibaca tersebut. Jika dikaitkan dengan Al-Qur'an, yang mana Nama kitab suci ini sendiri juga berasal dari kata qara-a (membaca), maka membaca disini harus disertai tadabbur, tafakkur, dan tadzakkur. Tidak disebut qira'ah jika hanya menekankan pelafalan lisan dan mengeraskan suara. Qira'ah adalah aktifitas yang sistematis, terstruktur, disengaja, sadar dan memiliki tujuan jelas.
2.  Tartil
Arti dasar tartil adalah sesuatu yang terpadu (ittisaq) dan tersistem(intizham) secara konsisten (istiqamah), yakni melepaskan kata-kata dari mulut secara baik, teratur, dan konsisten. Titik tekannya ada pada pengucapan secara lisan,atau pembacaan verbal dan bersuara. Dalam Bahasa Inggris, padanan tepatnya adalah "to recite" (mengucapkan, melafalkan dengan lisan). Tepatnya, slow recitation, membaca secara dengan bersuara secara perlahan-lahan.
Secara teknis, tartil berkaitan erat dengan penerapan kaidah-kaidah ilmu tajwid. Dalam kitab At-Tibyan fi Adabi Hamalatil-Qur'an karya Imam An-Nawawi, hal. 45-46 disebutkan bahwa para ulama' telah bersepakat tentang dianjurkannya tartil (membaca perlahan-lahan sesuai kaidah tajwid) karena Allah berfirman,"wa rattilil Qur'aana tartiila".
Ada sebuah hadits bersumber dari Ummu Salamah radhiyallahu 'anha bahwa beliau menjelaskan sifat bacaan Al-Qur'an Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, yakni qira'ah muffassirah (bacaan disertai menafsirkan), harfan harfan (huruf demi huruf). (Hadits riwayat Abu Dawud, At-Tirmidzi dan An-Nasai. Menurut At-Tirmidzi, hadits ini hasan-shahih).
Para ulama' menyatakan, bahwa tartil dianjurkan untuk proses tadabbur. Mereka juga mengatakan bahwa tartil sangat dianjurkan terutama bagi orang-orang non-Arab ('ajam), yang tidak memahami maknanya, karena hal lebih mendekatkan kepada sikap pengagungan serta penghormatan terhadap Al-Qur'an, serta lebih kuat pengaruhnya ke hati.
Oleh karenanya, dalam Surat Al-Muzzammil, tartil adalah membaca Al-Qur'an secara bersuara, perlahan dan dengan menerapkan hukum-hukum bacaan secara tepat. Secara khusus, aktifitas tartil ini dilakukan dalam shalat dan di malam hari, yakni qiyamul-lail. Dari sini, diharapkan lahir kesan ke dalam jiwa, sebagaimana dijelaskan dalam rangkaian ayat-ayat Al-Muzzammil itu sendiri.
3.    Tilawah
Makna tilawah awalnya adalah mengikuti (tabi’a atau ittaba’a) secara langsung dengan tanpa pemisah, yang secara khusus berarti mengikuti kitab-kitab Allah, baik dengan Cara qira’ah (intelektual) atau menjalankan apa yang terkandung di dalamnya (ittiba'). Mengikuti ini bisa secara fisik dan bisa juga secara hukum.
Singkat kata, tilawah dapat diartikan sebagai membaca yang bersifat spiritual atau aktifitas membaca yang diikuti komitmen dan kehendak untuk mengikuti apa yang dibaca dengan disertai sikap ketaatan dan pengagungan. Oleh karena itu, dalam Al-Qur’an kata tilawah lebih sering digunakan daripada kata qira’ah dalam konteks tugas para rasul ‘alaihimussalam.
Syaikh Ibnu Utsaimin dalam kitabnya Majalis Syahri Ramadlan menguraikan cakupan makna tilawah ke dalam dua macam:
a)  Tilawah Hukmiyah, yaitu membenarkan segala informasi Al Qur’an danmenerapkan segala ketetapan hukumnya dengan cara menunaikanperintah-perintahNya dan menjauhi larangan-laranganNya.
b)  Tilawah Lafdziyah, yaitu membacanya. Inilah yang keutamaannya diterangkan oleh Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam dalam hadits Bukhari: Ø®َيرُÙƒُÙ… Ù…َÙ†ْ تعَÙ„َّÙ…َ القُرآنَ وعَÙ„َّÙ…َÙ‡; (Sebaik-baik kalian adalah orang yang mempelajari Al-Qur’an dan yang mengajarkannya).
Dari sini dengan jelas kita dapat melihat bahwa kata tilawah ini mengungkapkan aspek praktis dari 'membaca', yakni sebuah tindakan yang terpadu, baik secara verbal, intelektual maupun fisik dalam mengikuti serta mengamalkan isi Kitabullah. Kata ini mengisyaratkan bahwa membaca Al-Qur'an itu bukan hanya sekedar melafalkan huruf-hurufnya secara lisan saja atau menyerap dan menganalisa informasi di dalamnya sebagai wacana intelektual yang bersifat kognitif belaka, akan tetapi juga harus diikuti dengan aplikasi secara nyata dengan iman dan amal.
Kata tilawah dengan berbagai derivasi dan variasi maknanya dalam Al-Qur’an terulang/disebutkan sebanyak 63 kali. Kata tilawah ini dalam beberapa kitab seperti dalam Al-Mishbah Al-Munir fi Gharib Asy-Syarh Al-Kabir, Al-Shahib Ibn ‘Ibad dalam Al-Muhith fi Al-Lughah, Ibnu Mandhur dalam Lisanul-‘Arab,dan dalam Mukhtar Al-Shihah, secara leksikal/harfiah mengandung makna "bukan sekedar” membaca (qira’ah).
Kalau kita cermati kata yatluu atau tilawah dalam Al-Qur’an, maka obyek bacaannya adalah ayat-ayat atau kitab suci Al-Qur’an yang pasti terjamin kebenarannya. Penasaran? Coba saja search kata yatluu dalam Al-Qur’an pasti akan Anda temukan maf’ul bih (obyek)-nya adalah “ayat-ayat Allah”. Contohnya, adalah ayat-ayat berikut ini: “Ya Tuhan kami, utuslah untuk mereka sesorang Rasul dari kalangan mereka,yang akan membacakan kepada mereka ayat-ayat Mu…”(Q.S. Al Baqarah:129.) “Sebagaimana (Kami telah menyempurnakan ni’mat Kami kepadamu) Kami telah mengutus kepadamu Rasul diantara kamu yang membacakan ayat-ayat Kami kepada kamu” (Q.S. Al Baqarah:151). “Dia-lah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul di antara mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka” (Q.S. Al Jumuah:2), dan ayat-ayat Al Qur’an yang semisal lainnya.
Jadi, implikasi aktifitas tilawah adalah mengikuti dan menerapkan apa yang terkandung dalam teks ayat yang dibaca adalah untuk dijadikan sebagai tuntunan, kode etik atau jalan hidup (way of life). Jika saja Allah mengizinkan manusia untuk mengikuti dan menerapkan jalan hidup dari selain Al-Qur’an, maka obyek kata tilawah dalam Al-Qur'an bukan hanya ayat-ayat Allah saja akan tetapi bisa bermacam-macam. Namun ternyata tidak demikian. Faktanya, justru hanya kata qira'ah yang di dalamAl-Qur'an dipakai untuk obyek baca yang beragam, bukan hanya ayat-ayat Al-Qur’an saja.
Kesimpulannya, bahwa qira'ah adalah proses intelektual yang bisa dilakukan dengan mempergunakan beragam sumber bacaan, baik yang berasal dari Allah maupun selain-Nya. Namun, untuk tartil dan tilawah tidak demikian. Hanya Al-Qur'an sajalah yang layak mendapat perlakuan spesial itu.
3.   Metode Membaca Al-Qur'an
Sederhananya, kita tetap bisa menerjemahkan ketiga kosakata di atas dengan "membaca", sebagaimana yang biasa digunakan dalam bahasa Arab. Akan tetapi, dalam prakteknya, harus ada penekanan dan fokus yang jelas.Tujuannya, agar kita tidak terjebak pada salah satu aspek membaca kemudian merasa cukup.
Adapun dalam membaca Al-Qur’an kita tidak bisa lepas dari ketiga cara baca tersebut. Masing-masing merupakan metode membaca Al-Qur’an yang berbeda, namun memiliki korelasi satu sama lain, sehingga tidak bisa dilepaskan atau dipergunakan secara parsial tanpa melibatkan lainnya.
Ketiga macam metode membaca Al-Qur’an ini, yakni qira’ah, tartil, dan tilawah, masing-masing memiliki fungsi yang khas. Fungsi-fungsi tersebut harus diseimbangkan secara proporsional agar pengaruh ayat-ayat Al-Qur’an betul-betul meresap dan membekas dalam perilaku serta karakter seorang muslim.
Boleh jadi, sebagian orang telah berulang-ulang menyelesaikan tartil, namun ia melupakan qira'ah dan tilawah. Atau hanya mengintensifkan qira'ah, tanpa disertai tilawah dan tartil. Pun, bisa jadi ada yang telah menjalankan tilawah, namun kurang dalam aktifitas qira'ah dan tartil dalam kesehariannya. Dengan kata lain, dalam berinteraksi dengan Al-Qur’an, sebaiknya kita melibatkan ketiga metode tersebut sekaligus, yaitu: qira’ah, tartil, dan tilawah.

B.   Pengertian Kecerdasan
Dalam mengartikan kecerdasan, para ahli mempunyai pengertian yang beragam. Kecerdasan atau intelegensi dapat dipandang sebagai kemampuan memahami dunia, berpikir rasional, dan menggunakan sumber-sumber secara efektif pada saat dihadapkan dengan tantangan. Ada juga yang berpendapat bahwa pengertian kecerdasan adalah kemampuan general manusia untuk melakukan tindakan-tindakan yang mempunyai tujuan dan berpikir dengan cara rasional. Selain itu, kecerdasan dapat juga diartikan sebagai kemampuan pribadi untuk memahami, melakukan inovasi, dan memberikan solusi terhadap dalam berbagai situasi.
1.    Jenis-jenis kecerdasan
yang secara umum dipahami dewasa ini terdiri dari; kecerdasan intelektual atau Intelegent Quotient (IQ), kecerdasan emosional atau Emotional Quotient (EQ), dan kecerdasan spritual atau Spiritual Quotient (SQ). Berikut ini penjelasan masing-masing jenis kecerdasan tersebut:
a)     Kecerdasan Intelektual atau Intelegent Quotient (IQ): adalah bentuk kemampuan individu untuk berfikir, mengolah, dan menguasai lingkungannya secara maksimal serta bertindak secara terarah. Kecerdasan ini digunakan untuk memecahkan masalah logika maupun strategis.
b)     Kecerdasan Emosional atau Emotional Quotient (EQ): adalah kemampuan untuk mengenali, mengendalikan dan menata perasaan sendiri dan perasaan orang lain secara mendalam sehingga kehadirannya menyenangkan dan didambakan orang lain. Kecerdasan ini memberi kita kesadaran mengenai perasaan milik diri sendiri dan juga perasaan milik orang lain, memberi rasa empati, cinta, motivasi, dan kemampuan untuk menanggapi kesedihan atau kegembiraan secara tepat.
c)     Kecerdasan Spritual atau Spiritual Quotient (SQ): adalah sumber yang mengilhami dan melambungkan semangat seseorang dengan mengikatkan diri pada nilai-nilai kebenaran tanpa batas waktu. Kecerdasan ini digunakan untuk membedakan baik dan buruk, benar dan salah, dan pemahaman terhadap standar moral.
Namun Ary Ginanjar Agustian menggabungkan antara Emotional Quotient (EQ) dengan Spiritual Question (SQ), sehingga menjadi Emotional and Spiritual Question (ESQ). Menurutnya ESQ model akan senantiasa berpusat pada prinsip atau kebenaran hakiki yang bersifat universal dan abadi.
2.    Kecerdasan Otak
Kecerdasan diidentikan dengan IQ (intelectual Quotient) dengan asumsi bahwa kecerdasan memang berkaitan dengan kegiatan intelektual manusia. Kecerdasan adalah potensi yang terpendam dalam diri kita yang digunakan ketika kita tidak tahu apa yang kita lakukan.dan tahu harus melakukan sesuatu yang tidak diketahui sebelumnya adalah sesuatu yang mustahil. Itulah inti dari kecerdasan. Dengan kecerdasan otak, manusia diciptakan Tuhan untuk mampu mengatur dirinya, lingkungan, dan dunianya. Setiap orang mempunyai kecerdasan, dan kecerdasan itu tidak didapatkan melalui proses belajar. Namun, semata-mata anugerah dari Tuhan.
Kecerdasan mempunyai fungsi yang bermacam-macam diantaranya :
a.   Kemampuan daya ingat
Kecerdasan manusia sangat berpengaruh terhadap daya ingat manusia itu sendiri. Kemampuan daya ingat kita mencakup menalar, mengingat sesuatu kejadian. Apabila daya ingat tidak diasah akan menjadi tumpul.
b.   Kemampuan berfikir
Berfikir adalah kegiatan sehari-hari, kecerdasan sangat berpengaruh terhadap cara berpikir kira. Seseorang yang mempunyai kecerdasan tingkat tinggi akan dapat berpikir positif dan kritis.
c.   Kemampuan memahami
Dengan kecerdasan yang kita miliki, kita dapat memehami persoalan sehari-hari, seperti memahami apa yang orang katakan atau memahami isi buku dan lain-lain.
d.   Kemampuan memecahkan masalah
Kecerdasan itu dibutuhkan untuk berfikir mancari jalan keluar dari masalah.





C.   Prestasi Belajar Siswa
a.    Pengertian belajar
Belajar menurut Slameto (2003: 2) yakni belajar merupakan proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Hal ini berarti bahwa peningkatan kualitas dan kwantitas tingkah laku seseorang seperti peningkatan kecakapan, pengetahuan dll menunjukkan kualitas dan kwantitas tingkah laku seseorang diperlihatkan dalam bertambahnya kwalitas dan kwantitas kemampuan seseorang dalam berbagai bidang. Dalam proses belajar, apabila seseorang tidak mendapatkan suatu peningkatan kwalitas dan kuantitaas kemampuan maka orang tersebut sebenarnya belum mengalami proses belajar, atau dengan kata lain ia mrngalami kegagalan di dalam proses belajar.
b.    Pengertian Prestasi
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2001: 895) prestasi diartikan sebagai yang telah dicapai (telah dilakukan, dikerjakan dan sebagainya). Menurut Arifin (1991: 3), prestasi adalah kemampuan, keterampilan dan sikap seseorang dalam menyelesaikan sesuatu hal. Dapat disimpulkan bahwa prestasi merupakan hasil usaha yang telah dicapai oleh seseorang setelah ia melakukan sesuatu hal.
c.    Pengertian Prestasi Belajar
Prestasi belajar merupakan hasil usaha yang telah dicapai seseorang setelah ia melakukan kegiatan belajar. Winkel (1996: 162) mengatakan bahwa “prestasi belajar adalah suatu bukti keberhasilan belajar atau kemampuan seseorang siswa dalam melakukan kegiatan belajarnya sesuai dengan bobot yang dicapainya.” Winkel (1996: 162) mengatakan bahwa “prestasi belajar adalah suatu bukti keberhasilan belajar atau kemampuan seseorang siswa dalam melakukan kegiatan belajarnya sesuai dengan bobot yang dicapainya.” Prestasi belajar oleh Zainal Arifin dikatakan penting untuk dipermasalahkan karena mempunyai beberapa fungsi utama, yaitu : 1) Prestasi belajar sebagai indikator kualitas dan kuantitas pengetahuan yang telah dikuasai anak didik. 2) Prestasi belajar sebagai lambang pemusatan hasrat ingin tahu. 3) Prestasi belajar sebagai bahan informasi dalam inovasi pendidikan. 4) Prestasi belajar sebagai indikator intern dan ekstern dari suatu institusi pendidikan. 5) Prestasi belajar dapat dijadikan indikator terhadap daya serap (kecerdasan) anak didik.
Menurut Dalyono (2001) faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar ada 2: a) Faktor internal (yang berasal dari dalam diri) seperti kesehatan, intelegensi dan bakat, minat dan motivasi, cara belajar, dan keaktifan. b) Faktor eksternal (yang berasal dari luar diri) seperti keluarga, sekolah, masyarakat, lingkungan sekolah.” (2001: 55). Menurut M. Ngalim Purwanto (2003: 107) terdapat dua faktor yang mempengaruhi prestasi belajar yang dapat diikhtisarkan sebagai berikut :
1)      Faktor dari dalam meliputi :
a.  Fisiologi dari kondisi fisik dan kondisi panca indera.
b.  Psikologi terdiri dari bakat, minat, kecerdasan, motivasi, dan kemampuan kognitif.
2)      Faktor dari luar meliputi :
a.  Lingkungan yang terdiri dari alam social
b.  Instrumen yang terdiri dari kurikulum atau bahan pelajaran, guru pengajar dan fasilitas serta administrasi atau manajemen.
            Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa terdapat dua faktor yang mempengaruhi Prestasi Belajar Siswa yaitu faktor internal dan factor eksternal. Dalam penelitian ini hanya dibatasi pada faktor internal yaitu motivasi belajar.

D.   Penelitian Yang Relevan
Rajin membaca/menghafal al-qur’an sangat bagus untuk meningkatkan kecerdasan, apalagi di usia anak-anak. Hal ini banya dibuktikan dalam penelitian tentang pengaruh bacaan alqur’an pada sysraf, otak, dan organ tubuh lainnya. Konsentrasi yang tinggi ini dihubungkan dengan kinerja otak. Menurut M. Ngalim Poerwanto, dalam bukunya yang berjudul Psikologi Pendidikan (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1992 – hal. 52) Jika sel-sel otak bekerja atau difungsikan terus dengan hal-hal positif dan aktif, maka akan menjadi lebih kuat.
Dengan menghafal, otak kanan akan terbiasa berfikir dengan detail dan focus. Dibawah ini salah satu artikel tentang pengaruh membaca/menghafal alqur’an terhadap kecerdasan: (Arrahmah.com) – “Tak ada lagi bacaan yang dapat meningkatkan terhadap daya ingat dan memberikan ketenangan kepada seseorang kecuali membaca Al-Qur’an…”.
Dr. Al Qadhi, melalui penelitiannya yang panjang dan serius di Klinik Besar Florida Amerika Serikat, berhasil membuktikan hanya dengan mendengarkan bacaan ayat-ayat Alquran, seorang Muslim, baik mereka yang berbahasa Arab maupun bukan, dapat merasakan perubahan fisiologis yang sangat besar. Penurunan depresi, kesedihan, memperoleh ketenangan jiwa, menangkal berbagai macam penyakit merupakan pengaruh umum yang dirasakan orang-orang yang menjadi objek penelitiannya. Penemuan sang dokter ahli jiwa ini tidak serampangan. Penelitiannya ditunjang dengan bantuan peralatan elektronik terbaru untuk mendeteksi tekanan darah, detak jantung, ketahanan otot, dan ketahanan kulit terhadap aliran listrik. Dari hasil uji cobanya ia berkesimpulan, bacaan Alquran berpengaruh besar hingga 97% dalam melahirkan ketenangan jiwa dan penyembuhan penyakit.
Penelitian Dr. Al Qadhi ini diperkuat pula oleh penelitian lainnya yang dilakukan oleh dokter yang berbeda. Dalam laporan sebuah penelitian yang disampaikan dalam Konferensi Kedokteran Islam Amerika Utara pada tahun 1984, disebutkan, Al-Quran terbukti mampu mendatangkan ketenangan sampai 97% bagi mereka yang mendengarkannya. Kesimpulan hasil uji coba tersebut diperkuat lagi oleh penelitian Muhammad Salim yang dipublikasikan Universitas Boston. Objek penelitiannya terhadap 5 orang sukarelawan yang terdiri dari 3 pria dan 2 wanita. Kelima orang tersebut sama sekali tidak mengerti bahasa Arab dan mereka pun tidak diberi tahu bahwa yang akan diperdengarkannya adalah Al-Qur’an. Penelitian yang dilakukan sebanyak 210 kali ini terbagi dua sesi, yakni membacakan Al-Qur’an dengan tartil dan membacakan bahasa Arab yang bukan dari Al-Qur’an. Kesimpulannya, responden mendapatkan ketenangan sampai 65% ketika mendengarkan bacaan Al-Qur’an dan mendapatkan ketenangan hanya 35% ketika mendengarkan bahasa Arab yang bukan dari Al-Qur’an. Al-Qur’an memberikan pengaruh besar jika diperdengarkan kepada bayi. Hal tersebut diungkapkan Dr. Nurhayati dari Malaysia dalam Seminar Konseling dan Psikoterapi Islam di Malaysia pada tahun 1997. Menurut penelitiannya, bayi yang berusia 48 jam yang kepadanya diperdengarkan ayat-ayat Al-Qur’an dari tape recorder menunjukkan respons tersenyum dan menjadi lebih tenang.
Sungguh suatu kebahagiaan dan merupakan kenikmatan yang besar, kita memiliki Al-Qur’an. Selain menjadi ibadah dalam membacanya, bacaannya memberikan pengaruh besar bagi kehidupan jasmani dan rohani kita. Jika mendengarkan musik klasik dapat memengaruhi kecerdasan intelektual (IQ) dan kecerdasan emosi (EQ) seseorang, bacaan Al-Qur’an lebih dari itu. Selain memengaruhi IQ dan EQ, bacaan Al-Qur’an memengaruhi kecerdasan spiritual (SQ). Mahabenar Allah yang telah berfirman, “Dan apabila dibacakan Al-Qur’an, simaklah dengan baik dan perhatikanlah dengan tenang agar kamu mendapat rahmat” (Q.S. 7: 204)
Jika melihat ulama zaman dahulu imam syafi’i, beliau telah hafal qur’an sejak usia belum baligh yakni  umur 10 tahun. Adapun manfaat menghafal Al Quran antara lain adalah:
1.  Melatih daya konsentrasi.
2.  Menstimulus otak dan tingkat kecerdasan.
3.  Terhindar dari kepikunan
4.  Menumbuhkan kedisiplinan
5.  Paham Quran lebih mendalam
6.  Keutamaan dunia dan akhirat
7.  Untung dalam perdagangan
8.  Mahkota Kemuliaan
9.  Meningkatkan derajat
10.  Syafaat di hari kiamat
11.  Kemuliaan (tasyrif) dari Nabi Muhammad




DAFTAR PUSTAKA
Abdul Fattah Az-Zawawi. (2010). Revolusi Menghafal Al-Quran. Solo: Insan Kamil.
Cahyo, Agus N. (2011). Penjelasan-penjelasan Ilmiah tentang Dahsyatnya Manfaat Ibadah-Ibadah Harian untuk Kesehatan Jiwa dan Fisik. Kita!.Yogyakarta: DIVA Press.
Dalyono. (2001). Psikologi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.
Nawawi, Imam. (2002).Adab Pengemban Al-Quran-terjemahan, Jakarta: Mustaqiim
Riyadh, Sa’ad. (2009). Anakku Cintailah Al-Quran. Jakarta: Gema Insani
Sugihartono. (2007). Psikologi Pendidikan. Yogyakarta : UNY Press.
Widiyanita Rahma (2007). Pengaruh Kegiatan Menghafal Al-Quran Terhadap Prestasi Belajar Pendidikan Agama Islam, Malang:UIN.
Winkel, W.S. 1983. Psikologi Pendidikan dan Evaluasi Belajar. Jakarta: PT.Gramedia.

ALLAH IS THE BEST PLANNER OF ALL

Hari ini adalah kali kedua aku menemui dosen pembimbing setelah hari kemaren bapaknya juga tidak bertemu, niat hati untuk melanjutkan fase...